Friday, 2 February 2018

Gara-Gara Lampu Mati



Usiaku sudah hampir mencapai tiga puluh lima, ya… sekitar 3 tahunan lagi lah. Aku tinggal bersama mertuaku yang sudah lama ditinggal mati suaminya akibat penyakit yang dideritanya. Dari itu istriku berharap aku tinggal di rumah supaya kami tetap berkumpul sebagai keluarga tidak terpisah. Di rumah itu kami tinggal 7 orang, ironisnya hanya aku dan anak laki-lakiku yang berumur 1 tahun berjenis kelamin cowok di rumah tersebut, lainnya cewek.

Jadi… begini nih ceritanya. Awal September lalu aku tidak berkerja lagi karena mengundurkan diri. Hari-hari kuhabiskan di rumah bersama anakku, maklumlah ketika aku bekerja jarang sekali aku dekat dengan anakku tersebut. Hari demi hari kulalui tanpa ada ketakutan untuk stok kebutuhan bakal akan habis, aku cuek saja bahkan aku semakin terbuai dengan kemalasanku.

Perjakaku Hilang Di Miss 'V' Tanteku


Namaku Rudi. Kisah ini bermula ketika aku berumur 18 tahun.

Pagi itu Tante Nur meneleponku dan memintaku untuk datang ke rumahnya. Dia mengeluh pipa air di dapurnya rusak. Karena aku sudah beberapa kali berhasil memperbaiki pipa2 air dirumahnya, maka dia memanggilku untuk memperbaiki pipa air yang rusak tersebut dirumahnya dan karena hari ini jadwalku sangat padat, maka aku bilang kalau aku akan kerumahnya setelah semua kegiatanku selesai.

Hadiah Dari Mbak Tita

Mbak Yuni adalah anak tetangga nenekku di desa daerah Cilacap yang ikut dengan keluargaku di Kota Semarang sejak SMP. Waktu SD ia sekolah di desa, setelah itu ia diajak keluargaku di kota untuk melanjutkan sekolah sekaligus membantu keluargaku terutama merawat aku. Kami sangat akrab bahkan di juga sering ngeloni aku. Mbak Yuni ikut dengan keluargaku sampai dia lulus SMA atau aku kelas 2 SD dan dia kembali ke desa. Namanya juga anak kecil, jadi aku belum ada perasaan apa-apa terhadapnya.

Setelah itu kami jarang bertemu, paling-paling hanya setahun satu atau dua kali. Tiga tahun kemudian ia menikah dan waktu aku kelas dua SMP aku harus pindah luar Jawa ke Kota Makassar mengikuti ayah yang dipindah tugas. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi. Kami hanya berhubungan lewat surat dan kabarnya ia sekarang telah memiliki seorang anak. pada waktu aku lulus SMA aku pulang ke rumah nenek dan berniat mencari tempat kuliah di Kota Yogya.


Sesampai di rumah nenek aku tahu bahwa Mbak Yuni sudah punya rumah sendiri dan tinggal bersama suaminya di desa seberang. Setelah dua hari di rumah nenek aku berniat mengunjungi rumah Mbak Yuni. Setelah diberi tahu arah rumahnya (sekitar 1 km) aku pergi kira-kira jam tiga sore dan berniat menginap. Dari sinilah cerita ini berawal.

Setelah berjalan kurang lebih 20 menit, akhirnya aku sampai di rumah yang ciri-cirinya sama dengan yang dikatakan nenek. Sejenak kuamati kelihatannya sepi, lalu aku coba mengetok pintu rumahnya.

"Ya sebentar.." terdengar sahutan wanita dari dalam.

Tak lama kemudian keluar seorang wanita dan aku masih kenal wajah itu walau lama tidak bertemu. Mbak Yuni terlihat manis dan kulitnya masih putih seperti dulu. Dia sepertinya tidak mengenaliku.

"Cari siapa ya? tanya Mbak Yuni".
"Anda Mbak Yuni kan?" aku balik bertanya.
"Iya benar, anda siapa ya dan ada keperluan apa?" Mbak Yuni kembali bertanya dengan raut muka yang berusaha mengingat-ingat.
"Masih inget sama aku nggak Mbak? Aku Aris Mbak, masak lupa sama aku", kataku.
"Kamu Aris anaknya Pak Tono?" kata Mbak Yuni setengah nggak percaya.
"Ya ampun Ris, aku nggak ngenalin kamu lagi. Berapa tahun coba kita nggak bertemu." Kata Mbak Yuni sambil memeluk tubuhku dan menciumi wajahku.

Aku kaget setengah mati, baru kali ini aku diciumi seorang wanita. Aku rasakan buah dadanya menekan dadaku. Ada perasaan lain muncul waktu itu.

"Kamu kapan datangnya, dengan siapa" kata Mbak Yuni sambil melepas pelukannya.
"Saya datang dua hari lalu, saya hanya sendiri." kataku.
"Eh iya ayo masuk, sampai lupa, ayo duduk." Katanya sambil menggeret tanganku.

Kami kemudian duduk di ruang tamu sambil mengobrol sana-sini, maklum lama nggak tetemu. Mbak Yuni duduk berhimpitan denganku. Tentu saja buah dadanya menempel di lenganku. Aku sedikit terangsang karena hal ini, tapi aku coba menghilangkan pikiran ini karena Mbak Yuni sudah aku anggap sebagai keluarga sendiri.

"Eh iya sampai lupa buatin kamu minum, kamu pasti haus, sebentar ya.." kata Mbak Yuni ditengah pembicaraan.

Tak lama kemudian ia datang, "Ayo ini diminum", kata Mbak Yuni.

"Kok sepi, pada kemana Mbak?" Tanyaku.
"Oh kebetulan Mas Heri (suaminya Mbak Yuni) pergi kerumah orang tuanya, ada keperluan, rencananya besok pulangya dan si Dani (anaknya Mbak Yuni) ikut" jawab Mbak Yuni.
"Belum punya Adik Mbak dan Mbak Yuni kok nggak ikut?" tanyaku lagi.
"Belum Ris padahal udah pengen lho.. tapi memang dapatnya lama mungkin ya, kayak si Dani dulu. Mbak Yuni ngurusi rumah jadi nggak bisa ikut" katanya.
"Eh kamu nginep disini kan? Mbak masih kangen lho sama kamu" katanya lagi.
"Iya Mbak, tadi sudah pamit kok" kataku.
"Kamu mandi dulu sana, ntar keburu dingin" kata Mbak Yuni.

Lalu aku pergi mandi di belakang rumah dan setelah selesai aku lihat-lihat kolam ikan di belakang rumah dan kulihat Mbak Yuni gantian mandi. Kurang lebih lima belas menit, Mbak Yuni selesai mandi dan aku terkejut karena ia hanya mengenakan handuk yang dililitkan di tubuhnya. Aku pastikan ia tidak memakai BH dan mungkin CD juga karena tidak aku lihat tali BH menggantung di pundaknya.

"Sayang Ris ikannya masih kecil, belum bisa buat lauk" kata Mbak Yuni sambil melangkah ke arahku lalu kami ngobrol sebentar tentang kolam ikannya.

Kulihat buah dadanya sedikit menyembul dari balutan handuknya dan ditambah bau harum tubuhnya membuatku terangsang. Tak lama kemudian ia pamit mau ganti baju. Mataku tak lepas memperhatikan tubuh Mbak Yuni dari belakang. Kulitnya benar-benar putih. Sepasang pahanya putih mulus terlihat jelas bikin burungku berdiri. Ingin rasanya aku lepas handuknya lalu meremas, menjilat buah dadanya, dan menusuk-nusuk selangkangannya dengan burungku seperti dalam bokep yang sering aku lihat. Sejenak aku berkhayal lalu kucoba menghilangkan khayalan itu.

Haripun berganti petang, udara dingin pegunungan mulai terasa. Setelah makan malam kami nonton teve sambil ngobrol banyak hal, sampai tak terasa sudah pukul sembilan.

"Ris nanti kamu tidur sama aku ya, Mbak kangen lho ngeloni kamu" kata Mbak Yuni.
"Apa Mbak?" Kataku terkejut.
"Iya.. Kamu nanti tidur sama aku saja. Inget nggak dulu waktu kecil aku sering ngeloni kamu" katanya.
"Iya Mbak aku inget" jawabku.
"Nah ayo tidur, Mbak udah ngantuk nih" kata Mbak Yuni sambil beranjak melangkah ke kamar tidur dan aku mengikutinya dari belakang, pikiranku berangan-angan ngeres. Sampai dikamar tidur aku masih ragu untuk naik ke ranjang.
"Ayo jadi tidur nggak?" tanya Mbak Yuni.

Lalu aku naik dan tiduran disampingnya. Aku deg-degan. Kami masih ngobrol sampai jam 10 malam.

"Tidur ya.. Mbak udah ngantuk banget" kata Mbak Yuni.
"Iya Mbak" kataku walaupun sebenarnya aku belum ngantuk karena pikiranku semakin ngeres saja terbayang-bayang pemandangan menggairahkan sore tadi, apalagi kini Mbak Yuni terbaring di sampingku, kurasakan burungku mengeras.

Aku melirik ke arah Mbak Yuni dan kulihat ia telah tertidur lelap. Dadaku semakin berdebar kencang tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ingin aku onani karena sudah tidak tahan, ingin juga aku memeluk Mbak Yuni dan menikmati tubuhnya, tapi itu tidak mungkin pikirku. Aku berusaha menghilangkan pikiran kotor itu, tapi tetap tak bisa sampai jam 11 malam. Lalu aku putus kan untuk melihat paha Mbak Yuni sambil aku onani karena bingung dan udah tidak tahan lagi.

Dengan dada berdebar-debar aku buka selimut yang menutupi kakinya, kemudian dengan pelan-pelan aku singkapkan roknya hingga celana dalam hitamnya kelihatan, dan terlihatlah sepasang paha putih mulus didepanku beitu dekat dan jelas. Semula aku hanya ingin melihatnya saja sambil berkhayal dan melakukan onani, tetapi aku penasaran ingin merasakan bagaimana meraba paha seorang perempuan tapi aku takut kalau dia terbangun. Kurasakan burungku melonjak-lonjak seakan ingin melihat apa yang membuatnya terbangun. Karena sudah dikuasai nafsu akhirnya aku nekad, kapan lagi kalau tidak sekarang pikirku.

Dengan hati-hati aku mulai meraba paha Mbak Yuni dari atas lutut lalu keatas, terasa halus sekali dan kulakukan beberapa kali. Karena semakin penasaran aku coba meraba celana dalamnya, tetapi tiba-tiba Mbak Yuni terbangun.

"Aris! Apa yang kamu lakukan!" kata Mbak Yuni dengan terkejut.

Ia lalu menutupi pahanya dengan rok dan selimutnya lalu duduk sambil menampar pipiku. Terasa sakit sekali.

"Kamu kok berani berbuat kurang ajar pada Mbak Yuni. Siapa yang ngajari kamu?" kata Mbak Yuni dengan marah.

Aku hanya bisa diam dan menunduk takut. Burungku yang tadinya begitu perkasa aku rasakan langsung mengecil seakan hilang.

"Tak kusangka kamu bisa melakukan hal itu padaku. Awas nanti kulaporkan kamu ke nenek dan bapakmu" kata Mbak Yuni.
"Ja.. jangan Mbak" kataku ketakutan.
"Mbak Yuni kan juga salah" kataku lagi membela diri.
"Apa maksudmu?" tanya Mbak Yuni.

"Mbak Yuni masih menganggap saya anak kecil, padahal saya kan udah besar Mbak, sudah lebih dari 17 tahun. Tapi Mbak Yuni masih memperlakukan aku seperti waktu aku masih kecil, pakai ngeloni aku segala. Trus tadi sore juga, habis mandi Mbak Yuni hanya memakai handuk saja didepanku. Saya kan lelaki normal Mbak" jelasku.

Kulihat Mbak Yuni hanya diam saja, lalu aku berniat keluar dari kamar.

"Mbak.. permisi, biar saya tidur saja di kamar sebelah" kataku sambil turun dari ranjang dan berjalan keluar.

Mbak Yuni hanya diam saja. Sampai di kamar sebelah aku rebahkan tubuhku dan mengutuki diriku yang berbuat bodoh dan membayangkan apa yang akan terjadi besok. Kurang lebih 15 menit kemudian kudengar pintu kamarku diketuk.

"Ris.. kamu masih bangun? Mbak boleh masuk nggak?" Terdengar suara Mbak Yuni dari luar.
"Ya Mbak, silakan" kataku sambil berpikir mau apa dia.

Mbak Yuni masuk kamarku lalu kami duduk di tepi ranjang. Aku lihat wajahnya sudah tidak marah lagi.

"Ris.. Maafkan Mbak ya telah nampar kamu" katanya.
"Seharusnya saya yang minta maaf telah kurang ajar sama Mbak Yuni" kataku.
"Nggak Ris, kamu nggak salah, setelah Mbak pikir, apa yang kamu katakan tadi benar. Karena lama nggak bertemu, Mbak masih saja menganggap kamu seorang anak kecil seperti dulu aku ngasuh kamu. Mbak tidak menyadari bahwa kamu sekarang sudah besar" kata Mbak Yuni.

Aku hanya diam dalam hatiku merasa lega Mbak Yuni tidak marah lagi.

"Ris, kamu bener mau sama Mbak?" tanya Mbak Yuni.
"Maksud Mbak?" kataku terkejut sambil memandangi wajahnya yang terlihat bagitu manis.
"Iya.. Mbak kan udah nggak muda lagi, masa' sih kamu masih tertarik sama aku?" katanya lagi.

Aku hanya diam, takut salah ngomong dan membuatnya marah lagi.

"Maksud Mbak.., kalau kamu bener mau sama Mbak, aku rela kok melakukannya dengan kamu" katanya lagi.

Mendengar hal itu aku tambah terkejut, seakan nggak percaya.

"Apa Mbak" kataku terkejut.
"Bukan apa-apa Ris, kamu jangan berpikiran enggak-enggak sama Mbak. Ini hanya untuk meyakinkan Mbak bahwa kamu telah dewasa dan lain kali tidak menganggap kamu anak kecil lagi" kata Mbak Yuni

Lagi-lagi aku hanya diam, seakan nggak percaya. Ingin aku mengatakan iya, tapi takut dan malu. Mau menolak tapi aku pikir kapan lagi kesempatan seperti ini yang selama ini hanya bisa aku bayangkan.

"Gimana Ris? Tapi sekali aja ya.. dan kamu harus janji ini menjadi rahasia kita berdua" kata Mbak Yuni.
Aku hanya mengangguk kecil tanda bahwa aku mau.
"Kamu pasti belum pernah kan?" kata Mbak Yuni.
"Belum Mbak, tapi pernah lihat di film" kataku.
"Kalau begitu aku nggak perlu ngajari kamu lagi" kata Mbak Yuni.

Cerita Sex Hadiah Kedewasaan Bersama Mbak Tita Mbak Yuni lalu mencopot bajunya dan terlihatlah buah dadanya yang putih mulus terbungkus BH hitam, aku diam sambil memperhatikan, birahiku mulai naik. Lalu Mbak Yuni mencopot roknya dan paha mulus yang aku gerayangi tadi terlihat. Tangannya diarahkan ke belakang pundak dan BH itupun terlepas, sepasang buah dada berukuran sedang terlihat sangat indah dipadu dengan puting susunya yang mencuat kedepan. Mbak Yuni lalu mencopot CD hitamnya dan kini ia telah telanjang bulat. Penisku terasa tegang karena baru pertama kali ini aku melihat wanita telanjang langsung dihadapanku. Ia naik ke atas ranjang dan merebahkan badannya terlentang. Aku begitu takjub, bayangkan ada seorang wanita telanjang dan pasrah
jual bokeb murah
berbaring di ranjang tepat dihadapanku. Aku tertegun dan ragu untuk melakukannya.

"Ayo Ris.. apa yang kamu tunggu, Mbak udak siap kok, jangan takut, nanti Mbak bantu" kata Mbak Yuni.

Segera aku melepaskan semua pakaianku karena sebenarnya aku sudah tidak tahan lagi. Kulihat Mbak Yuni memperhatikan burungku yang berdenyut-denyut, aku lalu naik ke atas ranjang. Karena sudah tidak sabar, langsung saja aku memulainya. Langsung saja aku kecup bibirnya, kulumat-lumat bibirnya, terasa ia kurang meladeni bibirku, aku pikir mungkin suaminya tidak pernah melakukannya, tapi tidak aku hiraukan, terus aku lumat bibirnya. Sementara itu kuarahkan tanganku ke dadanya. Kutemukan gundukan bukit, lalu aku elus-elus dan remas buah dadanya sambil sesekali memelintir puting susunya.

"Ooh.. Ris.. apa yang kau lakukan.. ergh.. sshh.." Mbak Yuni mulai mendesah tanda birahinya mulai naik, sesekali kurasakan ia menelan ludahnya yang mulai mengental. Setelah puas dengan bibirnya, kini mulutku kuarahkan ke bawah, aku ingin merasakan bagaimana rasanya mengulum buah dada. Sejenak aku pandangi buah dada yang kini tepat berada di hadapanku, ooh sungguh indahnya, putih mulus tanpa cacat sedikitpun, seperti belum pernah terjamah lelaki. Langsung aku jilati mulai dari bawah lalu ke arah putingnya, sedangkan buah dada kanannya tetap kuremas-remas sehingga tambah kenyal dan mengeras.
"Emmh oh aarghh" Mbak Yuni mendesah hebat ketika aku menggigit puting susunya.

Kulirik wajahnya dan terlihat matanya merem melek dan giginya menggigit bibir bawahnya. Kini jariku kuarahkan ke selangkangannya. Disana kurasakan ada rumput yang tumbuh di sekeliling memeknya. Jari-jariku kuarahkan kedalamnya, terasa lubang itu sudah sangat basah, tanda bahwa ia sudah benar-benar terangsang. Kupermainkan jari-jariku sambil mencari klentitnya. Kugerakkan jari-jariku keluar masuk di dalam lubang yang semakin licin tersebut.

"Aargghh.. eemhh.. Ris kam.. mu ngapainn oohh.." kata Mbak Yuni meracau tak karuan, kakinya menjejak-jejak sprei dan badannya mengeliat-geliat. Tak kupedulikan kata-katanya. Tubuh Mbak Yuni semakin mengelinjang dikuasai nafsu birahi. Kuarasakan tubuh Mbak Yuni menegang dan kulihat wajahnya memerah bercucuran keringat, aku pikir dia sudah mau klimaks. Kupercepat gerakan jariku didalam memeknya.
"Ohh.. arghh.. oohh.." kata Mbak Yuni dengan nafas tersengal-sengal dan tiba-tiba..
"Oohh aahh.." Mbak Yuni mendesah hebat dan pinggulnya terangkat, badannya bergetar hebat beberapa kali. Terasa cairan hangat memenuhi memeknya.
"Ohh.. ohh.. emhh.." Mbak Yuni masih mendesah-desah meresapi kenikmatan yang baru diraihnya.
"Ris apa yang kamu lakukan kok Mbak bisa kayak gini" tanya Mbak Yuni.
"Kenapa emangnya Mbak? Kataku.
"Baru kali ini aku merasakan nikmat seperti ini, luar biasa" kata Mbak Yuni.

Ia lalu bercerita bahwa selama bersama suaminya ia tidak pernah mendapatkan kepuasan, karena mereka hanya sebentar saja bercumbu dan dalam bercinta suaminya cepat selesai.

"Mbak sekarang giliranku" kubisikkan ditelinganya, Mbak Yuni mengangguk kecil.

Aku mulai mencumbunya lagi. Kulakukan seperti tadi, mulai dari bibirnya yang kulumat, lalu buah dadanya yang aku nikmati, tak lupa jari-jariku kupermainkan di dalam memeknya.

"Aarghh.. emhh.. ooh.." terdengar Mbak Yuni mulai mendesah-desah lagi tanda ia telah terangsang.

Setelah aku rasa cukup, aku ingin segera merasakan bagaimana rasanya menusukkan burungku ke dalam memeknya. Aku mensejajarkan tubuhku diatas tubuhnya dan Mbak Yuni tahu, ia lalu mengangkangkan pahanya dan kuarahkan burungku ke memeknya. Setelah sampai didepannya aku ragu untuk melakukannya.

"Ayo Ris jangan takut, masukin aja" kata Mbak Yuni.

Perlahan-lahan aku masukkan burungku sambil kunikmati, bless terasa nikmat saat itu. Burungku mudah saja memasuki memeknya karena sudah sangat basah dan licin. Kini mulai kugerakkan pinggulku naik turun perlahan-lahan. Ohh nikmatnya.

"Lebih cepat Ris arghh.. emhh" kata Mbak Yuni terputus-putus dengan mata merem-melek.

Aku percepat gerakanku dan terdengar suara berkecipak dari memeknya.

"Iya.. begitu.. aahh.. ter.. rrus.. arghh.." Mbak Yuni berkata tak karuan.

Keringat kami bercucuran deras sekali. Kulihat wajahnya semakin memerah.

"Ris, Mbak mau.. enak lagi.. oohh.. ahh.. aahh.. ahh.." kata Mbak Yuni sambil mendesah panjang, tubuhnya bergetar dan kurasakan memeknya dipenuhi cairan hangat menyiram penisku.

Remasan dinding memeknya begitu kuat, akupun percepat gerakanku dan.. croott.. akupun mencapai klimaks aahh.., kubiarkan air maniku keluar di dalam memeknya. Kurasakan nikmat yang luar biasa, berkali-kali lebih nikmat dibandingkan ketika aku onani. Aku peluk tubuhnya erat-erat sambil mengecup puting susunya menikmati kenikmatan sex yang sesungguhnya yang baru aku rasakan pertama kali dalam hidupku. Setelah cukup kumenikmatinya aku cabut burungku dan merebahkan badanku disampinya.

"Mbak Yuni, terima kasih ya.." kubisikkan lirih ditelinganya sambil kukecup pipinya.
"Mbak juga Ris.. baru kali ini Mbak merasakan kepuasan seperti ini, kamu hebat" kata Mbak Yuni lalu mengecup bibirku.

Kami berdua lalu tidur karena kecapaian.

Kira-kira jam 3 pagi aku terbangun dan merasa haus sekali, aku ingin mencari minum. Ketika aku baru mau turun dari ranjang, Mbak Yuni juga terbangun.

"Kamu mau kemana Ris.." katanya.
"Aku mau cari minum, aku haus. Mbak Yuni mau?" Kataku.

Ia hanya mengangguk kecil. Aku ambil selimut untuk menutupi anuku lalu aku ke dapur dan kuambil sebotol air putih.

"Ini Mbak minumnya" kataku sambil kusodorkan segelas air putih.

Aku duduk di tepi ranjang sambil memandangi Mbak Yuni yang tubuhnya ditutupi selimut meminum air yang kuberikan.

"Ada apa Ris, kok kamu memandangi Mbak" katanya.
"Ah nggak Papa. Mbak cantik" kataku sedikit merayu.
"Ah kamu Ris, bisa aja, Mbak kan udah tua Ris" kata Mbak Yuni.
"Bener kok, Mbak malah makin cantik sekarang" kataku sambil kukecup bibirnya.
"Ris.. boleh nggak Mbak minta sesuatu" kata Mbak Yuni.
"Minta apa Mbak?" tanyaku penasaran.
"Mau nggak kamu kalau.." kata Mbak Yuni terhenti.
"Kalau apa Mbak?" kataku penuh tanda tanya.
"Kalau.. kalau kamu emm.. melakukannya lagi" kata Mbak Yuni dengan malu-malu sambil menunduk, terlihat pipinya memerah.
"Lho.. katanya tadi, sekali aja ya Ris.., tapi sekarang kok?" kataku menggodanya.
"Ah kamu, kan tadi Mbak nggak ngira bakal kayak gini" katanya manja sambil mencubit lenganku.
"Dengan senang hati aku akan melayani Mbak Yuni" kataku.

Sebenarnya aku baru mau mengajaknya lagi, e.. malah dia duluan. Ternyata Mbak Yuni juga ketagihan. Memang benar jika seorang wanita pernah merasa puas, dia sendiri yang akan meminta. Kami mulai bercumbu lagi, kali ini aku ingin menikmati dengan dengan sepuas hatiku. Ingin kunikmati setiap inci tubuhnya, karena kini aku tahu Mbak Yuni juga sangat ingin. Seperti tadi, pertama-tama bibirnya yang kunikmati. Dengan penuh kelembutan aku melumat-lumat bibir Mbak Yuni.

Aku makin berani, kugunakan lidahku untuk membelah bibirnya, kupermainkan lidahku. Mbak Yuni pun mulai berani, lidahnya juga dipermainkan sehingga lidah kami saling beradu, membuatku semakin betah saja berlama-lama menikmati bibirnya. Tanganku juga seperti tadi, beroperasi di dadanya, kuremas-remas dadanya yang kenyal mulai dari lembah hingga ke puncaknya lalu aku pelintir putingnya sehingga membuatnya menggeliat dan mengelinjang. Dua bukit kembar itupun semakin mengeras. Ia menggigit bibirku ketika kupelintir putingnya.

Aku sudah puas dengan bibirnya, kini mulutku mengulum dan melumat buah dadanya. Dengan sigap lidahku menari-nari diatas bukitnya yang putih mulus itu. Tanganku tetap meremas-remas buah dadanya yang kanan. Kulihat mata Mbak Yuni sangat redup, dan ia memagut-magut bibirnya sendiri, mulutnya mengeluarkan desahan erotis.

"Oohh.. arghh.. en.. ennak Ris.. emhh.." kata Mbak Yuni mendesah-desah.

Tiba-tiba tangannya memegang tanganku yang sedang meremas-remas dadanya dan menyeretnya ke selangkangannya. Aku paham apa yang diinginkannya, rupanya ia ingin aku segera mempermainkan memeknya. Jari-jarikupun segera bergerilya di memeknya. Kugerakkan jariku keluar masuk dan kuelus-elus klentitnya membuatnya semakin menggelinjang tak karuan.

"Ya.. terruss.. aarggghh.. emmhh.. enak.. oohh.." mulut Mbak Yuni meracau.

Setiap kali Mbak Yuni terasa mau mencapai klimaks, aku hentikan jariku menusuk memeknya, setelah dia agak tenang, aku permainkan lagi memeknya, kulakukan beberapa kali.

"Emhh Ris.. ayo dong jangan begitu.. kau jahat oohh.." kata Mbak Yuni memohon.

Mendengarnya membuatku merasa kasihan juga, tapi aku tidak akan membuatnya klimaks dengan jariku tetapi dengan mulutku, aku benar-benar ingin mencoba semua yang pernah aku lihat di bokep.

Segera aku arahkan mulutku ke selangkangannya. Kusibakkan rumput-rumpuat hitam yang disekeliling memeknya dan terlihatlah memeknya yang merah dan mengkilap basah, sungguh indah karena baru kali ini melihatnya. Aku agak ragu untuk melakukannya, tetapi rasa penasaranku seperti apa sih rasanya menjilati memek lebih besar. Segera aku jilati lubang itu, lidahku kujulurkan keluar masuk.

"Ris.. apa yang kamu lakukan.. arghh itu kan ji.. jik emhh.." kata Mbak Yuni.

Ia terkejut aku menggunakan mulutku untuk menjilati memeknya, tapi aku tidak pedulikan kata-katanya. Ketika lidahku menyentuh kelentitnya, ia mendesah panjang dan tubuhnya menggeliat tak karuan dan tak lama kemudian tubuhnya bergetar beberapa kali, tangannya mencengkeram sprei dan mulutku di penuhi cairan yang keluar dari liang kewanitaannya.

"Ohmm.. emhh.. ennak Ris.. aahh.." kata Mbak Yuni ketika ia klimaks.

Setelah Mbak Yuni selesai menikmati kenikmatan yang diperolehnya, aku kembali mencumbunya lagi karena aku juga ingin mencapai kepuasan.

"Gantian Mbak diatas ya sekarang" kataku.
"Gimana Ris aku nggak ngerti" kata Mbak Yuni.

Daripada aku menjelaskan, langsung aku praktekkan. Aku tidur telentang dan Mbak Yuni aku suruh melangkah diatas burungku, tampaknya ia mulai mengerti. Tangannya memegang burungku yang tegang hebat lalu perlahan-lahan pinggangnya diturunkan dan memeknya diarahkan ke burungku dan dalam sekejap bless burungku hilang ditelan memeknya. Mbak Yuni lalu mulai melakukan gerakan naik turun, ia angkat pinggangnya dan ketika sampai di kepala penisku ia turunkan lagi. Mula-mula ia pelan-pelan tapi ia kini mulai mempercepat gerakannya.

Kulihat wajahnya penuh dengan keringat, matanya sayu sambil merem melek dan sesekali ia melihat kearahku. Mulutnya mendesis-desih. Sungguh sangat sexy wajah wanita yang sedang dikuasai nafsu birahi dan sedang berusaha untuk mencapai puncak kenikmatan. Wajah Mbak Yuni terlihat sangat cantik seperti itu apalagi ditambah rambut sebahunya yang terlihat acak-acakan terombang ambing gerakan kepalanya. Buah dadanya pun terguncang-guncang, lalu tanganku meremas-remasnya. Desahannya tambah keras ketika jari-jariku memelintir puting susunya.

"Oh emhh yaah.. ohh.." itulah kata-kata yang keluar dari mulut Mbak Yuni.
"Aku nggak kuat lagi Ris.." kata Mbak Yuni sambil berhenti menggerakkan badannya, aku tahu ia segera mencapai klimaks.

Kurebahkan badannya dan aku segera memompa memeknya dan tak lama kemudian Mbak Yuni mencapai klimaks. Kuhentikan gerakanku untuk membiarkan Mbak Yuni menikmati kenikmatan yang diperolehnya. Setelah itu aku cabut penisku dan kusuruh Mbak Yuni menungging lalu kumasukkan burungku dari belakang. Mbak Yuni terlihat hanya pasrah saja terhadap apa yang aku lakukan kepadanya. Ia hanya bisa mendesah kenikmatan.

Setelah puas dengan posisi ini, aku suruh Mbak Yuni rebahan lagi dan aku masukkan lagi burungku dan memompa memeknya lagi karena aku sudah ingin sekali mengakhirinya. Beberapa saat kemudian Mbak Yuni ingin klimaks lagi, wajahnya memerah, tubuhnya menggelinjang kesana kemari.

"Ahh.. oh.. Mbak mau enak lagi Ris.. arrghh ahh.." kata Mbak Yuni.
"Tunggu Mbak, ki kita bareng aku juga hampir" kataku.
"Mbak udah nggak tahan Ris.. ahh.." kata Mbak Yuni sambil mendesah panjang, tubuhnya bergetar hebat, pinggulnya terangkat naik. Cairan hangat menyiram burungku dan kurasakan dinding memeknya seakan-akan menyedot penisku begitu kuat dan akhirnya akupun tidak kuat dan croott.. akupun mencapai klimaks, oh my god nikmatnya luar biasa. Lalu kami saling berpelukan erat menikmati kenikmatan yang baru saja kami raih.

Guna Guna Karyawanku



Berikut ini cerita dan kisah nyataku yang pernah diguna2 atau pelet. Suatu hal yg membuatku tejerumus ke kondisi yg cukup nista. Walau saudaraku sudah bisa membuatku terlepas dari pengaruh guna2 tersebut, tapi secara sex…. Boleh dibilang aku masih menyukainya sampai sekarang.

Aku mirip Vina, yg membedakan Vina bersuara indah dan lebih cantik. Sedangkan aku bertubuh tinggi (171 cm), agak hitam sedangkan lainnya sama. Rambutku ikal panjang, dan dadaku 36C. Aku telah bersuami namun belum memiliki anak walaupun sudah 2 tahun menikah. Suamiku normal2 saja, yg bermasalah memang aku karena pernah ditemukan myom dan sampai sekarang masih perawatan.


Aku tidak bekerja di kantor lagi, tapi membuka sebuah restoran kecil2an. Nasibku berubah sejak aku memiliki seorang karyawan sebut saja Mardi. Mardi orangnya biasa2 saja tak ada yg istimewa dari dia. Suatu saat pembantuku pulang sehingga pekerjaan rumah banyak menyita waktu pagiku. Aku sering datang telat sehingga pelangganku yg biasanya sarapan sebelum ngantor jadi sering complain. Mardi menawarkan agar dia yg menggantikan posisi pembantuku yg pulang.

Karena di restoran Mardi juga Cuma bertugas bersih2 dan cuci2 piring dan gelas akhirnya aku setujui. Awalnya tidak ada yg aneh. Bahkan aku senang saja dengan kerja Mardi yg cukup cekatan. Semua pekerjaan rumah cepat diselesaikan. Sebelum jam makan siang Mardi sudah bisa datang di restoran. Saat aku pulang, rumah bersih semua piring dan gelas selesai di cuci, cucian baju sudah kering dan disetrika. Pokoknya ok. Akupun tidak masalaha saat pembantuku mengabari aku kalau dia tidak bisa kembali lagi karena hendak dinikahkan orangtuanya.

Suatu hari saat suamiku sudah berangkat kantor, dan aku selesai memasukkan beberapa masakan ke mobil bersama karyawan yg lain, aku sempatkan menuju ruang atas tempat mencuci dan jemuran. Aku kaget melihat Mardi sedang beronani menggunakan celana dalamku. Aku melihat celana dalamku digenggamnya di penisnya sedangkan BH ku dicium2nya. Mungkin dia pikir aku sudah berangkat, aku terkesima melihat kejadian itu apalagi saat penis itu meledak dan diarahkan cipratan sperma itu pada kaos merah yg aku pakai kemarin. Terus terang jijik sekali aku melihatnya sehingga aku melangkah balik keluar rumah. Saat aku sudah di mobil dan akan berangkat aku tau Mardi melihatku dari salah satu jendela kamar atas.

Siangnya saat dia datang, aku dan dia lebih banyak diam. Kayanya dia tau kalau aku tau apa yg dia lakukan tadi. Saat aku berkerja akupun jadi gak enak. Apalagi sekarang aku merasa kalau aku sedang jongkok atau sedang apalah yg posisi tubuhku agak kurang baik, Mardi pasti memperhatikanku. Ohh jadi selama ini Mardi begitu pikirku. Aku bingung bagaimana aku bicara dengan Mardi, karena aku risih dan aku harus pecat dia pikirku.

Sorenya Mardi mendatangi mejaku. Dengan baik2 dia minta maaf atas kelakuannya dan dengan suka rela dia mengundurkan diri. Aku benar2 tidak bisa berkata apa2. Mardi Cuma minta tolong kalau bilang ke karyawan yang lain Mardi pamit pulang kampung sebentar. Baru setelah di kampung dia akan bilang ke teman2nya kalau dia tidak boleh balik lagi ke Jakarta oleh orang tuanya. Aku sanggupi saja, setelah itu dia pulang.

Esok paginya saat aku mencuci bajuku sendiri, aku benar2 jijik jangan2 semua baju dalamku sudah dipakai onani oleh Mardi. Aku putuskan untuk aku buang saja. Saat aku kumpulkan semua baju dalamku aku baru sadar kalau sepertinya ada beberapa baju dalamku yg hilang. Pastinya dicuri Mardi pikirku. Yah sudahlah mau diapakan lagi pikirku.

Kejadian aneh pertama yg aku alami adalah mimpi. Mimpi aneh pertama adalah tiba2 seolah2 Mardi datang dan memintaku mengikutinya pergi. Aku mengikutinya seperti diajak pacar jalan2. Esoknya mimpi begitu lagi dengan cerita kurang lebih sama. Kejadian aneh ke dua adalah saat salah seorang karyawanku mengabari aku bahwa Mardi akan kembali minggu depan dan aku biasa2 saja. Bahkan saat dia telpon akupun tidak marah dan mengatakan padanya kalau aku minta jangan terlalu lama di kampung. Tidak sampai seminggu Mardi datang ke restoran. Akupun diam saja dan mempersilahkan dia bekerja lagi. Aku juga sempat mencicipi minuman legen dan temulawak oleh2 dia dari kampung.
Jam 8 malam setelah restoran bersih Mardi dan aku pulang ke rumah. Memang sejak dia menggantikan posisi pembantuku dia ikut aku pulang dan tidur di kamar pembantu. Seperjalanan aku biasa2 saja. Tidak marah juga waktu Mardi tanya bagaimana apakah aku sudah bisa memaafkan dia. Aku juga menjawab sudah aku maafin.

Sesampai di rumah, suamiku sudah datang dan Mardi dengan sigap menurunkan semua tempat makanan dari mobil. Sebetulnya aku tidak masak di rumah. Tapi aku membawa makanan dari restoran untuk suamiku makan malam. Tapi kalau suamiku bisa pulang cepet dia kadang menjemputku ke restoran.

Selesai mandi, aku kebelakang hendak menyimpan baju kotor ke tempat cucian. Aku sempat berpapasan dengan Mardi yang baru saja selesai mencuci piring. Diapun menawarkan agar dia saja yang membawakan baju itu ke tempat cucian di atas. Aku diam saja walaupun sempat terbayang lagi apa yg akan dilakukan Mardi dengan baju2 ku tersebut.

Rasa penasaran atas apa yg akan dilakukan Mardi atas bajuku membuatku malam2 sengaja tidak tidur dulu dan sekitar jam 1 malam aku ketempat cucian. Dan benar saja tidak ada bajuku di sana. Baik di dalam mesin cuci atau di keranjang baju kotor. Aku sempat melewati kamar Mardi kamar itu gelap dan pasti Mardi sudah tidur.

Esoknya hal itu terjadi lagi. Mardi sigap menerima baju kotorku. Saat karyawanku yg lain datang menjemputku aku tidak melihat batang hidung Mardi. Pasti dia sedang beraksi di atas seperti biasanya.

Hari itu aku melayani pelanggan dengan agak malas2an. Berkali2 aku mengkap basah Mardi sedang memperhatikan aku yg sedang duduk di meja kasir. Aku diam saja melihatnya walaupun kadang2 saat pandangan kita beradu Mardi sama sekali tidak malu2 memandangku. Saat aku menyuruhnya membeli kertas pembungkus akupun tau saat dia diajak bicara pandangannya kadang2 mengarah ke dadaku. Saat mencuci piringpun dia sambil jongkok menatap lekat2 kearahku. Sepertinya dia sedang memperhatikan aku yg hari itu menggunakan rok.

Melihat Mardi seperti itu sebetulnya aku agak risih. Tapi saat itu aku ingat betul aku sama sekali tidak ingin menegur atau memarahi kekurangajaran dia.

Keesokan harinya Mardi kegirangan saat dia tau bahwa minuman oleh2nya sudah mau habis. Kalau legen sudah habis dari kemarin dan siang itu karena panas aku meminum temulawaknya dengan menggunakan es batu. Mardi meminta 2 botol bekas legen dan temulawaknya kepadaku, alasannya dia mau isi lagi dengan yg ada di dirigen. Aku bilang tidak usah karena aku tau itu jatah oleh2 untuk yg lainnya. Tapi Mardi tetap memberikan lagi segelas es legen kepadaku Cuma rasanya agak asin kali ini, mungkin sudah agak basi pikirku. Mardi terus menatapku meminum legen itu. Dia tersenyum2 saat melihat legen itu hanya tinggal sedikit. Dia menghampiri aku dan memintaku meminumnya habis karena akan mencuci gelasnya. Saat aku menenggak habis minuman itu aku merasa dia lagi2 menatap dadaku.

Sejak saat itu Mardi makin berani. Keesokan paginya seperti biasa selesai aku mandi aku hendak memasukkan baju kotorku di atas. Di tempat cuci baju di lantai 2 aku kaget. Lagi2 aku melihat Mardi sedang onani dengan menggunakan baju dalamku. Dia diam saja saat melihatku datang. Aku melihatnya tak menggunakan celana. Aku bergidig melihatnya begitu tapi tak kuasa melakukan apa2. Bahkan melihatnya hingga selesai. Mardi menghampiri aku, mengambil baju kotor dari genggamanku. Tangannya masih belepotan sperma dan sempat menyentuh tanganku juga. Aku tertegun melihatnya begitu. Setelah memasukkan bajuku ke mesin cuci bersamaan dengan baju dalam yang tadi, Mardi menghampiriku. Tanpa berkata2 dibersihkannya penisnya dengan daster yg aku pake hingga bersih. Mardi mecium leherku, karena aku diam saja, Mardi menjilatinya. Mardi menepak pantatku sambil berkata agar aku turun dan segera berpakaian. Saat itu suamiku masih ada dan belum berangkat kantor.

Saat aku berdandan aku bingung, apa yg telah terjadi. Perasaanku berdebar dan selalu terngiang2 wajah Mardi dan tubuh telanjangnya tadi. Saat suamiku pamitanpun aku hanya diam saja. Bahkan ketika karyawanku yg lainnya datang dan hendak beres2 persiapan ke restoran aku masih bengong. Aku tidak memberi perintah apapun padanya dan segera kembali ke kamar. Aku melanjutkan berdandan, aku berdandan cukup cantik kali itu, karenanya agak bingung mau pake baju apa. Akhirnya pilihanku jatuh pada kaos merah yg pernah dipakai onani oleh Mardi dengan rok jeans pendek. Ahh ini pasti akan membuat Mardi senang.

Pada saat aku keluar kamar aku mendengar Mardi becanda dengan teman2nya dan membantu menyiapkan barang bawaan. Aku jadi ragu untuk keluar. Baru setelah supir restoran mengeluarkan mobil dan menunggu di luar aku siap2 hendak berangkat. Mardi yang sempat ketemu berpapasan menatapku penuh arti dan aku bergegas berangkat.

Di restoran aku benar2 jadi pendiam, seperti menunggu saat Mardi datang. Tapi saat Mardi datang aku malah makin diam. Hingga salah seorang karyawanku mengira aku sakit. Sepanjang hari aku ingin tau apa yg dilakukan Mardi. Apalagi kalau Mardi sedang memandangku aku ingin tau dia lihat apanya. Berkali2 aku berpandang2an dengannya. Saat Mardi mencucipun aku tau dia menatapku dengan pandangan yg tak lepas ke arahku seolah2 pandangan itu menelanjangi seluruh tubuhku. Mardi yang jongkok dibawah menatapku yg sedang duduk di kursi kasir yang letaknya tak jauh darinya. Aku tau dia mengintip rokku.
Sore itu aku juga malas2an di restoran bahkan sempat agak ketiduran di meja kasir. Mardi menawarkan mengantarku pulang menggunakan motor karena dia tidak bisa nyetir mobil. Selain itu mobilnyapun memang kadang2 diperlukan untuk keperluan lainnya.

Dengan menggunakan motor Mardi memboncengku. Aku duduk dibelakang, aku tau bagaimana senangnya dia bisa memboncengku. Dia sempat memintaku merubah posisi dudukku dari menyamping menjadi menghadap kedepan. Tanganku yg tadinya aku silangkan agar dada ini tak mengenai punggungnya dipindahkannya kepinggangnya. Sehingga berkali2 dadaku menempel dipunggungnya. Mardi makin berani dengan meremas2 tangan kiriku, karena aku diam saja maka tanganku diarahkan ke penisnya yg sudah tegang. Aku kaget dan segera menariknya cepat2. Aku malu takut diliat orang.

Sesampai di rumah tanpa babibu Mardi langsung menyerbuku, mendekapku dan menciumi leherku. Aku sempat sedikit menolak, tapi aku tak mampu berkata2. Mardi merebahkan aku di sofa, dan kali ini dia menciumi bibirku dengan penuh nafsu. Aku memang lebih tinggi dari Mardi dan itu yang menyebakan Mardi dari tadi hanya menciumi leherku sambil menjilatinya. Tapi kini dia berada di atasku sambil dengan ganasnya menciumi bibirku dan menjilati wajahku. Tangannya sudah berada di dadaku dan menyelinap dibalik Bhku. Puas dengan menciumi aku, Mardi membuka kaos merahku dan memandang tubuhku yang setengah topless di depannya. Buru2 dia membuka Bhku dan setelah itu dia menatap dadaku yang terbuka tanpa penutup apapun didepannya. Dipegang2nya putting susuku. Kemudian dia berdiri dan membuka celananya hingga terlihat jelas penis itu. Dia memintaku duduk di sofa dan memintaku menjepit penisnya dengan susuku. Sementara tangannya memegang kepalaku sambil membelai2 rambutku. Nafsuku membara dan akupun menciumi perutnya hingga penis itu makin tegang.

Mardi gantian duduk, memintaku berdiri dan membuka rokku dan celana dalamku. Kini aku berdiri telanjang bulat di depan Mardi. Tangan Mardi mencengkerang vaginaku dengan gemas. Dimasukkannya dua jarinya ke vaginaku. “Masukkin….”perintahnya. Baru kali ini terdengar suaranya. Sejak tadi memang kami tidak berkata2 walaupun sudah banyak dan cukup jauh perbuatan kami. Aku mengikuti perintahnya duduk dipangkuannya dan meraih penis itu untuk dimasukkan ke vaginaku. Tanganku gemetar saat memasukkan penis itu ke vaginaku. Saat baru kepalanya masuk ke vaginaku, aku terpekik karena Mardi tiba2 mendorong dari bawah. Penis itu berhasil masuk, tapi hanya setengah.
“sepong dulu….” Perintah kedua meluncur dari Mardi. Aku berdiri melepas penis itu. Aku bersimpuh di depan Mardi yg duduk di sofa. Pertamanya agak ragu hingga Mardi menyentak2an penis itu ke wajahku. Akupun menyepongnya. Nafsuku makin membara merasakan susuku beradu dengan bulu kakinya. Tak lama Mardi memintaku bangkit dan memasukkan lagi penisnya. “ayo aku udah gak tahan”.

Kembali aku duduk di atas pangkuannya, aku pegang penis itu dan kuarahkan ke vaginaku. Penis yg sudah basah itu akhirnya masuk dengan sempurna di vaginaku. Aku memeluknya dan tidak berani menatap wajahnya. Lama tak ada reaksi dari Mardi yang sedang menikmati mimpinya yg jadi kenyataan hingga karena aku sudah penuh dengan nafsu, dan perlahan2 aku menggoyangkan pinggulku. Uhhhhh aku benar2 menyyerahkan segalanya.

Tangan Mardi mulai memeluk dan meraba2 punggungku. Sementara mulutnya menciumi kedua putting susuku bergantian. Aku semakin dibakar nafsu dan makin mempercepat goyanganku. Mardi mengerang2 keenakan sambil mendesis2 setiap penis itu aku tekan jauh ke dalam sambil sedikit aku jepit. Tangan Mardi mencengkeram erat punggungku. Jilatan Mardi di susuku membuatku menggelinjang2 keenakan juga. Mardi sedikit2 mengimbangi goyanganku dengan sodokan2 dari bawah, aku mulai merasakan nikmatnya persenggamaan ini. Suaraku dan Mardi bersaut2an menahan kenikmatan. Mardi mulai meracau, menyumpahi kenikmatan goyangan dan jepitan vaginaku serta indahnya payudaraku yang sudah penuh dengan jilatan2nya.

Kami tetap dalam posisi seperti itu dan tak ada tanda2 Mardi ingin merubah posisi. Mardi mencium bibirku, lidahnya menjulur masuk ke rongga mulutku. Tiba2 tangan Mardi mencengkeram kuat dan diapun mengejang hebat. Sretttttt sretttt sretttt, penis itu meledak hebat di vaginaku. “Nggggghhhhh……Ditaaaaa”. Mardi meringis. Sedikit saja aku bergoyang lagi dia sudah mencengkeram pantatku kuat2. Penisnya ditekannya dalam2. Terasa sekali **an2 spermanya dalam vaginaku.

Lama kami hanya berpelukan, dan sekali2 berciuman, hingga penis itu mengecil, aku pun beranjak ke kamar mandi. Mardi mengikutiku dari belakang, ketebak maunya mandi bareng. Sambil diguyur air shower kami saling menyabuni. “aku suka banget sama toket ini…” kata Mardi. “Kok yg disabuni itu aja?” tanya aku. Mardi nyengir dan mulai menyabuni yg lain. Dan tanganku diambilnya supaya menyabuni penisnya. “tadi itu… yang pertama buat aku”. Kata-kata Mardi yang lirih itu membuatku kaget. Aku diajak men gila/selingkuh sama pejaka ting-ting???? Pantes dia tadi pasrah gak ngapa2in.

Memang Mardi paling hanya berumur 20 tahunan, gak tau deh. Tapi aku pikir kemaren2 dia segila itu karena sudah pengalaman. Duhhhhh……
Mardi mendekapku lagi. Badanku dan badannya yg penuh sabun itu berdekapan dan membuat dadaku geli sekali. Penis Mardipun menegang lagi, dan aku mengusap2nya. Sudah hilang pikiranku yang tadi apa lagi rasa tidak terima dipermainkan karyawanku sendiri yg masih polos ternyata. Aku merebah di bathtub dan Mardipun menindihku. Aku bantu penisnya yg sudah tegang lagi itu mengarah ke vaginaku yg rasanya sudah basah lagi. Aku tuntun penis tak berpengalaman itu, dari pada salah kamar. Dengan mulus penis berukuran normal itu masuk ke vaginaku. Apalagi masih licin oleh busa sabun yg banyak. Aduh rasanya lumayan membuatku geli. Mardi kini nampak lebih buas. Dengan posisi misionaris nampaknya dia bis menguasai irama permainan. Apalagi sapuan sabun ditubuhku terutama di dadaku membuat aku makin geli. Mardi mencium dan menjilati wajahku. Sedangkan tubuh kurus hitam itu terus menggenjotku. Aku akhirnya bisa menikmati juga semuanya, terutama waktu aku naikkan kakiku kebahunya. Aku mulai merintih2, melihat itu Mardi sering menghentakkan dalam2 penisnya. Lama2 tak hanya dihentakkan tapi diputar2nya sedikit apalagi melihatku keenakkan begitu. Tak lama aku mulai merasa diuncak, aku pegang2 sendiri putingku. 5 kali hentakkan akupun ambroll dalam posisi penis Mardi jauh di dalam. Hujaman itu tak ditarik2nya hingga aku meminta sedikit dilonggarkan…. Ehhh malah dicabut.

Mardi berdiri dibersihkannya penis itu dengan shower, kemudian diarahkannya kemulutku. Aku mengikuti keinginannya. Baru saja aku menjilatinya dan mengulum dalam2 dia sudah meringis2 gak karuan. Dan benar saja tak lama aku sepong2 penis itu sudah meledak2 ditenggorokanku. Kali ini rasanya tak sebanyak yang pertama. Aku cabut dari mulutku karena Mardi sudah ampun2an kegelian saat lidahku menyapu kepala penisnya. Di**kannya sebagian sperma itu ke dadaku.

Begitulah awal cerita hubungan gelapku dengan Mardi. Tidak sampai 3 bulan hubungan gelap ini terbongkar. Entah karena Mardi yg ceroboh atau memang sengaja. Tahun 2006 lalu aku cerai dengan suamiku. Aku tinggal di restoranku bersama Mardi. Tapi kami tidak sempat menikah, sebelum masa Iddahku berakhir, karyawanku yg lain yang sekampung dengan Mardi bersama mantan suamiku berhasil membebaskan aku dari pengaruh guna2 Mardi.

Kini Mardi entah di mana, aku masih tinggal di restoranku. Baik aku dan mantan suamiku sama2 tidak berniat bersatu. Berikutnya akan aku share bagaimana petualanganku setelah hidupku rusak oleh Mardi, dan bagaimana aku melampiaskan kehausanku.

Dukun Durjana



Namaku Salmiah. Aku seorang guru berusia 28 tahun. Di kampungku di daerah Sumatera, aku lebih dikenal dengan panggilan Bu Miah. Aku ingin menceritakan satu pengalaman hitam yang terjadi pada diriku sejak enam bulan yang lalu dan terus berlanjut hingga kini. Ini semua terjadi karena kesalahanku sendiri. Kisahnya begini, kira-kira enam bulan yang lalu aku mendengar cerita kalau suamiku ada hubungan gelap dengan seorang guru di sekolahnya.

Suamiku juga seorang guru di sekolah menengah di kampungku. Dia lulusan perguruan tinggi lokal sedangkan aku cuma seorang guru pembantu. Tanpa mencek lebih lanjut kebenarannya, aku langsung mempercayai cerita tersebut. Yang terbayangkan saat itu cuma nasib dua anakku yang masih kecil. Secara fisik, sebetulnya aku masih menawan karena kedua anakku menyusu botol. Cuma biasalah yang namanya lelaki, walau secantik apapun isterinya, tetap akan terpikat dengan orang lain, pikirku.

Diam-diam aku pergi ke rumah seorang dukun yang pernah kudengar ceritanya dari rekan-rekanku di sekolah. Aku pergi tanpa pengetahuan
siapa pun, walau teman karibku sekalipun. Pak Itam adalah seorang dukun yang tinggal di kampung seberang, jadi tentulah orang-orang
kampungku tidak akan tahu rahasia aku berjumpa dengannya.

Di situlah berawalnya titik hitam dalam hidupku hingga hari ini. Pak Itam orangnya kurus dan pendek. Tingginya mungkin tak jauh dari 150 cm. Kalau berdiri, ia hanya sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah abad. Ia mempunyai janggut putih yang cukup panjang. Gigi dan bibirnya menghitam karena suka merokok.

Aku masih ingat saat itu Pak Itam mengatakan bahwa suamiku telah terkena guna-guna orang. Ia lalu membuat suatu ramuan yang katanya air penawar untuk mengelakkan diriku dari terkena santet wanita tersebut dan menyuruhku meminumnya. Setelah kira-kira lima menit meminum air penawar tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan gairah yang tidak dapat dibendung melanda diriku secara tiba-tiba.

Pak Itam kemudian menyuruhku berbaring telentang di atas tikar ijuk di ruang tamu rumahnya. Setelah itu ia mulai membacakan sesuatu yang tidak kupahami dan menghembus berulang kali ke seluruh badanku. Saat itu aku masih lengkap berpakaian baju kurung untuk mengajar ke sekolah pada petangnya.

Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena dan terjaga aku merasakan tangan Pak Itam bermain-main di kancing baju kurungku. Aku tidak berdaya berbuat apa-apa melainkan merasakan gairah yang amat sangat dan amat memerlukan belaian lelaki. Kedua buah dadaku terasa amat tegang di bawah braku. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa hangat dan mulai becek.

Aku dapat merasakan Pak Itam mengangkat kepalaku ke atas bantal sambil membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku
satu-persatu. Setelah aku berbaring tanpa sehelai pakaian pun kecuali tudungku, Pak itam mulai menjilat bagian dadaku dahulu dan selanjutnya mengulum puting tetekku dengan rakus. Ketika itu aku terasa amat berat untuk membuka mata.

Setelah aku mendapat sedikit tenaga kembali, aku merasa sangat bergairah. Kemaluanku sudah mulai banjir. Aku berhasil menggerakkan
tanganku dan terus menggapai kepala Pak Itam yang sedang berada di celah selangkanganku. Aku menekan-nekan kepala Pak Itam dengan agak kuat supaya jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengerang sambil membuka mataku yang lama terpejam.

Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku terlihat dalam samar-samar ada dua sosok lain sedang duduk bersila menghadapku dan
memandangku dengan mata yang tidak berkedip.

“Bu Miah,” tegur seorang lelaki yang masih belum kukenali, yang duduk di sebelah kanan badanku yang telanjang bulat.

Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya.

“Leman,” jeritku dalam hati.

Leman adalah anak Pak Semail tukang kebun sekolahku yang baru saja habis ujian akhirnya. Aku agak kalang kabut dan malu. Aku coba meronta untuk melepaskan diri dari genggaman Pak Itam.

Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Itam mengangkat kepalanya dari celah selangkanganku dan bersuara.

“Tak apa Bu, mereka berdua ini anak murid saya,” ujarnya sambil jarinya bermain kembali menggosok-gosok kemaluanku yang basah kuyup.

Sebelah lagi tangannya digunakan untuk mendorong kembali kepalaku ke bantal. Aku seperti orang yang sudah kena sihir terus berbaring
kembali dan melebarkan kangkanganku tanpa disuruh. Aku memejamkan mata kembali. Pak Itam mengangkat kedua kakiku dan diletakkannya ke atas bahunya. Saat dia menegakkan bahunya, punggungku juga ikut terangkat.

Pak Itam mulai menjilat kembali bibir vaginaku dengan rakus dan terus dijilat hingga ke ruang antara vagina dan duburku. Saat lidahnya yang basah itu tiba di bibir duburku, terasa sesuatu yang menggelikan bergetar-getar di situ. Aku merasa kegelian
serta nikmat yang amat sangat.

“Leman, Kau pergi ambil minyak putih di ujung tempat tidur. Kau Ramli, ambil kemenyan dan bekasnya sekalian di ujung itu,” perintah Pak Itam kepada kedua anak muridnya.

Aku tersentak dan terus membuka mata.

“Bu ini rawatan pertama, duduk ya,” perintah Pak Itam kepadaku.

Aku seperti kerbau dicocok hidung langsung mengikuti perintah Pak Itam. Aku duduk sambil sebelah tangan menutup buah dadaku yang tegang dan sebelah lagi menggapai pakaianku yang berserakan untuk menutup bagian kemaluanku yang terbuka. Setelah menggapai baju kurungku, kututupi bagian pinggang ke bawah dan kemudian membetulkan tudungku untuk menutupi buah dadaku.

Setelah barang-barang yang diminta tersedia di hadapan Pak Itam, beliau menerangkan rawatannya. Kedua muridnya malu-malu mencuri pandang ke arah dadaku yang kucoba tutupi dengan tudung tetapi tetap jelas kelihatan kedua payudaraku yang besar dan bulat di bawah tudung tersebut.

“Ini saya beritahu Ibu bahwa ada sihir yang sudah mengenai bagian-bagian tertentu di badan Ibu. Punggung Ibu sudah terkena penutup nafsu dan perlu dibuang.”

Aku cuma mengangguk.

“Sekarang Ibu silakan tengkurep.”

Aku memandang tepat ke arah Pak itam dan kemudian pandanganku beralih kepada Leman dan Ramli.

“Nggak apa-apa, Bu… mereka ini sedang belajar, haruslah mereka lihat,” balas Pak Itam seakan-akan mengerti perasaanku.

Aku pun lalu tengkurep di atas tikar ijuk itu. Pak Itam menarik kain baju kurungku yang dirasa mengganggunya lalu dilempar ke samping. Perlahan-lahan dia mengurut punggungku yang pejal putih berisi dengan minyak yang tadi diambilkan Leman. Aku merasa berkhayal kembali, punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran minyak Pak Itam. Kemudian kurasakan tangan Pak Itam menarik bagian pinggangku ke atas seakan-akan menyuruh aku menungging dalam keadaan tengkurep tersebut. Aku memandang ke arah Pak itam yang duduk di sebelah kiri punggungku.

“Ya, angkat punggungnya,” jelasnya seakan memahami keraguanku.

Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam posisi tengkurep, muka dan dada di atas tikar sambil punggungku terangkat ke atas. Pak Itam mendorong kedua kakiku agar berjauhan dan mulai melumurkan minyak ke celah-celah bagian rekahan punggungku yang terbuka. Tanpa dapat dikontrol, satu erangan kenikmatan terluncur dari mulutku. Pak Itam menambahkan lagi minyak di tangannya dan mulai bermain di bibir duburku. Aku meremas bantal karena kenikmatan. Sambil melakukan itu, jarinya berusaha mencolok lubang duburku.

“Jangan tegang, biarkan saja,” terdengar suara Pak Itam yang agak serak.

Aku coba merilekskan otot duburku dan menakjubkan… jari Pak Itam yang licin berminyak dengan mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelah berhasil memasukkan jarinya, Pak Itam mulai menggerakkan jarinya keluar masuk lubang duburku.

Aku coba membuka mataku yang kuyu karena kenikmatan untuk melihat Leman dan Ramli yang sedang membetulkan sesuatu di dalam celana mereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan pula melihat mereka sedang memperhatikan aku diterapi Pak Itam. Perasaan malu terhadap kedua muridku berubah menjadi gairah tersembunyi yang seolah melompat keluar setelah lama terkekang!

Setelah perjalanan jari Pak Itam lancar keluar masuk duburku dan duburku mulai beradaptasi, dia mulai berdiri di belakangku sambil jarinya masih terbenam mantap dalam duburku. Aku memandang Pak Itam yang sekarang menyingkap kain sarungnya ke atas dengan satu tangannya yang masih bebas. Terhunuslah kemaluannya yang panjang dan bengkok ke atas itu. Tampak sudah sekeras batang kayu!

“Bbbbuat apa ini, Pak….” tanyaku dengan gugup.

“Jangan risau… ini buat buang sihir,” katanya sambil melumur minyak ke batang kemaluannya yang cukup besar bagi seorang yang kurus dan pendek.

Selesai berkata-kata, Pak Itam menarik jarinya keluar dan sebagai gantinya langsung menusukkan batangnya ke lubang duburku.

“ARRrgggghhggh…” spontan aku terjerit kengiluan sambil mengangkat kepala dan dadaku ke atas.

Kaki bawahku pun refleks terangkat ke atas.

“Jangan tegang, lemaskan sedikit!” perintah Pak Itam sambil merenggangkan daging punggungku.

Aku berusaha menuruti perintahnya. Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh batang Pak Itam terbenam ke dalam duburku. Aku melihat Leman dan Ramli sedang meremas sesuatu di dalam celana masing-masing. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak itam menariknya keluar kembali dan lalu memasukkannya kembali sehingga semua zakarnya masuk ke dalam rongga duburku. Dia berhenti di situ.

“Sekarang Ibu merangkak mengelilingi bara kemenyan ini tiga kali,” perintahnya sambil zakarnya masih terbenam mantap dalam duburku.

Aku sekarang seakan-akan binatang yang berjalan merangkak sambil zakar Pak Itam masih tertanam dengan mantapnya di dalam duburku. Pak Itam
bergerak mengikutiku sambil memegangi pinggangku.

“Pelan-pelan saja, Bu,” perintahnya sambil menahan pinggangku supaya tidak bergerak terlalu cepat.

Rupanya ia takut penisnya terlepas keluar dari lubang duburku saat aku bergerak. Aku pun mematuhinya dengan bergerak secara perlahan. Kulihat kedua murid Pak Itam sekarang telah mengeluarkan zakar masing-masing sambil bermasturbasi dengan melihat tingkahku. Aku merasa sangat malu tetapi di lain pihak terlalu nikmat rasanya. Zakar Pak Itam terasa berdenyut-denyut di dalam duburku.

Aku terbayang wajah suamiku seakan-akan sedang memperhatikan tingkah lakuku yang sama seperti binatang itu. Sementara aku merangkak sesekali Pak Itam menyuruhku berhenti sejenak lalu menarik senjatanya keluar dan lalu menusukku kembali dengan ganas sambil mengucapkan mantera-mantera. Setiap kali menerima tusukan Pak Itam setiap kali itu pula aku mengerang kenikmatan. Lalu Pak Itam pun akan menyuruhku untuk kembali merangkak maju. Demikian berulang-ulang ritual yang kami lakukan sehingga tiga keliling pun terasa cukup lama.

Setelah selesai tiga keliling, Pak Itam menyuruhku berhenti dan mulai menyetubuhiku di dubur dengan cepat. Sebelah tangannya memegang pinggangku kuat-kuat dan sebelah lagi menarik tudungku ke belakang seperti peserta rodeo. Aku menurut gerakan Pak Itam sambil menggoyang-goyangkan punggungku ke atas dan ke bawah.

Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang panas mengalir di dalam rongga duburku. Banyak sekali kurasakan cairan tersebut. Aku memainkan kelentitku dengan jariku sendiri sambil Pak Itam merapatkan badannya memelukku dari belakang. Tiba-tiba sisi kiri pinggangku pun terasa panas dan basah. Leman rupanya baru saja orgasme dan air maninya muncrat membasahi tubuhku.

Lalu giliran Ramli mendekatiku dan merapatkan zakarnya yang berwarna gelap ke sisi buah dadaku. Tak lama kemudian air maninya muncrat membasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Itam yang masih tertanam di dalam duburku dan bekerja keras untuk mencapai klimaks.

“Arghhhhhhhrgh…” Aku pun akhirnya klimaks sambil tengkurep di atas tikar ijuk.

“Ya, bagus, Bu…” kata Pak Itam yang mengetahui kalau aku mengalami orgasme.

“Dengan begitu nanti guna-gunanya akan cepat hilang.”

Pak Itam lalu mencabut zakarnya dan melumurkan semua cairan yang melekat di zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya cukup kering.

“Jangan basuh ini sampai waktu magrib ya,” katanya mengingatkanku sambil membetulkan kain sarungnya.

Aku masih lagi tengkurep dengan tudung kepalaku sudah tertarik hingga ke leher. Aku merasakan bibir duburku sudah longgar dan berusaha mengemut untuk menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun dan memunguti pakaianku yang berserakan satu per satu.

Selesai mengenakan pakaian dan bersiap untuk pulang setelah dipermalukan sedemikian rupa, Pak Itam berpesan.

“Besok pagi datang lagi ya, bawa sedikit beras bakar.”

Aku seperti orang bodoh hanya mengangguk dan memungut tas sekolahku lalu terus menuruni tangga rumah Pak itam. Sejak itu sampai hari ini, dua kali seminggu aku rutin mengunjungi Pak Itam untuk menjalani terapi yang bermacam-macam. Leman dan Ramli yang sedang belajar pada Pak Itam sedikit demi sedikit juga mulai ditugaskan Pak Itam untuk ikut menterapiku. Walaupun tidak tahu pasti, aku merasa bahwa suamiku perlahan-lahan mulai meninggalkan affairnya.
Yang pasti, kini sulit rasanya bagiku untuk menyudahi terapiku bersama Pak Itam dan murid-muridnya. Sepertinya aku sudah kecanduan untuk
menikmati terapi seperti itu.

TAMAT

Mahasiswi Cantik Adik Iparku


Sudah dua tahun saya menikah dengan istri saya. Di rumah saya kami tinggal bertiga dengan adik istri saya, karena janji kami terhadap keluarga istri saya untuk ikut menjaga adik istri saya itu saat kuliah. Setidaknya bisa menghemat biaya kost jika dia ikut tinggal bersama kami. Setelah adik ipar saya yang bernama Cici itu lulus SMA bulan Juli lalu, Cici tinggal bersama kami untuk melanjutkan kuliah.

Istri saya dengan Cici memiliki perbedaan umur yang cukup jauh sekitar 8 tahun, disaat kami menikah Cici masih belum terlihat ciri khas kewanitaannya, maklum dia terbilang tomboy. Setelah lulus SMA, Cici sudah terlihat lebih feminin dengan rambut lurus sebahu, kulit kuning langsat dengan mata sedikit sipit hampir mirip chinese karena masih berdarah Manado.

“Waah kamu udah jadi gadis tulen ya Cici, cantik lagi, gak kalah cantik sama Kakak kamu” saya bilang itu ketika dia baru sampai dirumah saya, kebetulan saya yang menyambut kedatangannya ketika istri saya sedang keluar rumah urusan Ibu-ibu PKK.

Kemolekan Cici ternyata menggoda birahi saya, setan hinggap dan membisikkan “Ayo kalau kakaknya bisa kamu dapat kenapa juga adiknya gak sekalian?”.

Adik saya mulai masuk kuliah, dan jika dirumah ikut membantu pekerjaan rumah tangga istri saya sehingga hampir setiap hari nampak aktifitas Cici didepan mata saya, apalagi jika Cici dirumah memakai pakaian yang minim, duuh makin naik aja birahi saya. Seringnya Cici memakai baju tidur dengan celana pendek sehingga kulit putihya yang terawat juga payudaranya yang perkiraan saya berukuran 34b sering menjadi curian pandangan saya.

Setan mulai merasuk diotak saya, saya atur strategi untuk menikmati kemolekan tubuh Cici dimulai dengan mencari cara mengintip ketika dia mandi. Saya membuat aturan supaya Cici mandi dipagi hari, maklum istri saya susah bangun pagi, nah disaat itulah saya bisa mengintip untuk melihat spesifikasi Cici. Wooow… boobs nya betul 34b cup type dengan pentil yang masih pink. Setan berbisik lagi “Hayoo kamu bisa”.

Cici sudah punya pacar yang sebenarnya istri saya sangat tidak setuju karena istri saya menganggap adik saya harus fokus kuliah, sehingga belakangan ini sering terjadi perdebatan antara Cici dan istri saya, dan saya hanya jadi penonton. Akhirnya hubungan Cici dan pacarnya putus karena istri saya melarangnya, hari hari berlalu nampak kesedihan di wajah Cici. Disaat istri saya keluar rumah dan hanya saya dan Cici dirumah saya coba tanya sama dia,

“Kok muka kamu murung Ci, gara gara gak boleh pacaran ya?”

“Ga tau lah bang” jawab Cici dengan muka datar.

Akhirnya lama-lama dia mau curhat sama saya. Saya coba curi-curi kesempatan dimulai dengan membelai-belai rambutnya, paling tidak membuat dia merasa nyaman curhat dengan saya. Aktifitas mengintip kamar mandi pun tetap saya jalankan.

Beberapa waktu yang lalu istri saya mendapat tugas untuk beberapa minggu diluar kota, Setan berbisik “Ini saatnya”. Pas kebetulaan adik saya sedang dikamar dan pintu kamarnya sedikit terbuka, saya lewati untuk ambil gelas untuk minum. Tak sengaja saya melihat Cici sedang meremas-remas buah dadanya diatas tempat tidur sambil menatap langit langit kamar. Niat mau ambil gelas saya urungkan, dan saya coba mengintip dari pintu kamar yang sedikit terbuka. Saya amati kurang lebih 15 menit, adik kecil saya mulai naik karena tangan Cici mulai masuk kedalam celana pendeknya.

Saya ketuk kamranya satu kali dan pintu langsung saya dorong untuk membuka, Cici kaget dan langsung duduk dari tidurnya sambil merapikan bajunya dan kedua tangannya masih di dadanya.

“Bang, bikin kaget aja, ada apa?”

Saya pura pura tanya, “Liat Gunting kuku gak?”

Cici bingung jawab “Dimana ya, tadi disini bang di meja samping tempat tidur” kata dia sambil mencari.

Saya dekati tempat tidurnya pura pura bantuin dia cari, secara tidak sengaja kepala saya nyundul payudara Cici karena saya coba cari dibawah kolong tempat tidur.

“Sorry Cici gak sengaja. Tapi enak” kata saya.

Muka Cici langsung memerah dan dia memalingkan muka. Setelah pencarian gunting kuku tidak ketemu, kami berdua menyerah dan saya duduk di tempat tidurnya. Rupanya Cici tidak pakai bra terlihat dari baju tidurnya yang transparan, terlihat ketika dia membelakangi saya. Saya tetap duduk tidak beranjak.

“Cici kok menghadap sana, itu kan tembok”

Dia berbalik badan, tangannya masih di dadanya.

“Iya bang” jawab Cici.

Saya coba curi-curi pandang, Cici pun bertanya, “Kenapa bang?”

“Kamu tadi lagi ngapain di kamar? Trus mukamu kok kaya orang terangsang?” kata saya balik bertanya sambil cengar cengir.

“Enggak bang gak ngapa ngapain” jawab Cici sedikit gagap.

Saya pegang tangannya dan coba saya turunkan dari dadanya, ehh sedikit nyenggol.

“Eh Ci, dua kali kena daging empuk nih, sorry ya”

Dia menundukkan kepalanya sambil geleng-geleng. Saya angkat dagunya biar bisa lihat mukanya yang memerah. Saya belai-belai juga rambutnya yang halus dan saya tarik tangannya supaya duduk lebih mendekat ke saya.

“Cici kok gak pake bra sih? Jangan-jangan gak pake CD lagi?!”

Tangannya yang saya pegang menjadi dingin dan mukanya kembali memerah. Kembali juga dia menundukkan kepalanya.

“Ah abang ini, kalo CD pake lah. Gak pake bra abis panas” jawabnya.

Saya belai-belai punggungnya dia mulai mengangkat kepalanya, saya beranikan belai wajahnya sambil menarik tangan kanan dia ke paha saya, tidak ada perlawanan. Saya belai juga lehernya dan terlihat matanya menjadi sayu ciri orang terangsang. Saya coba membuat suasana santai sambil bertanya,

“Kamu kangen pacar kamu ya?”

Cici mengangguk perlahan. Belaian saya tetap berlanjut, saya bertanya lagi,

“Hubungan kalian sudah dalem banget ya?”

Cici mengangguk lagi. Saya pindahkan tangan saya yang satu lagi membelai pahanya yang terbuka karena cuma pakai celana pendak. Gak ada perlawanan nih, coba saya rangkul dari samping dan tangan saya berusaha membelai bawah ketiaknya dan saya kecup kepalanya, tidak ada perlawanan juga. Saya tanya lagi,

“Enak gak Ci?”

Dia mengangguk lagi. Saya lanjutkan bergerilya, saya belakangi dia dan kedua tangan saya bermain di dadanya dan pangkal pahanya. Saya kecup tengkuknya sampai terdengar desahan halus Cici.

“Kamu suka Ci?”

Dia berbalik dan langsung memeluk saya erat-erat. “Ini dia saatnya” setan berbisik, saya peluk erat juga Cici dan saya cium keningnya. Kembali tangan saya meraba-raba punggungnya. Saya tidurkan dia. Ciuman saya mulai turun ke dadanya, tangan kanan saya nyelip kedalam baju tidurnya, wah masih mengkel boobsnya. Saya remas dan saya jepit pentil nya dan Cici mendesah.

“Aahhh Bang…”

Mulai saya buka kancing baju tidurnya sampai gunung kembarnya terkuak. Bentuknya sangat indah kalau dilihat dari dekat, gak cuma pas ngintip di kamar mandi.

“Kamu sering ya beginian sama cowokmu?”

Dia tidak menjawab, malah saya ditariknya sehingga menindih dia dan tangan Cici mulai membelai punggung saya. Saya ciumi payudara kirinya sambil tangan saya bermain di payudara kanannya. Tangan Cici turun ke pantat saya dan meremas-remas pantat saya. Saya masukkan tangan kanan saya ke celana pendeknya, oh rupanya pake CD. Saya selipkan lagi dibailik CDnya meremas-remas pantatnya. Ouhh… mulus sekali pantatnya. Saya coba bermain diselangkangannya, wooow… belum lebat rambut kemaluannya. Saya mainkan klitnya dan kedua pahanya menjepit tangan saya yang sedang bermain di Vaginanya.

Tanpa kata-kata saya buka baju saya dan celana saya, kembali saya melakukan rangsangan dan akhirnya saya buka celana pendek Cici. Saya tindih dia, dengan masih memakai CD saya coba gosok-gosokkan adek saya di selangkangan Cici. Saya turunkan wajah saya sampai ke selangkangannya sambil saya buka CD Cici. Saya gigit-gigit diatas bibir vaginanya sampai mulut saya bermain di vaginanya, terdengar Cici mendesah kuat, sudah mulai becek vaginanya. Saya duduk dan menarik tangannya ke penis saya, dia meremas-remas dan saya minta dioral. Dia mengeluarkan penis saya dan mulai mengisap dan menjilati penis saya. Saya turunkan CD saya sehingga kami berdua benar benar telanjang.

Saya mainkan dengan posisi MOT, supaya dalem masuknya saya silangkan kedua pahanya di kedua tangan saya. Cici mulai mendesah keras, dia minta posisi WOT. Waaah… mantab pas posisi dia diatas, penuh semangat naik turun sampai akhirnya dia ambruk di dada saya. Cici mendesah panjang dan menciumi dada saya. Penis saya masih menancap di dalam vagina Cici.

“Kamu udah Cin?” tanyaku, dia mengangguk.

“Abang belum nih” lanjutku.

“Gimana biar abang enak juga?” kata Cici.

Saya meminta untuk melakukan gaya doogie style. Cici bingung.

“kayak gimana tuh?”

Saya tuntunlah dia, saya suruh dia menungging, lalu saya tancapkan lagi penis saya yang masih tegang ke vaginanya. Saya genjot dengan kecepatan tinggi sampa Cici teriak-teriak. Saya tambah kecepatan genjotan saya samapi akhirnya dengan cepat saya cabut adek saya dan “croots… croots… crootts…” tumpah lahar putih di pantat mulus Cici.

Berdampingan kami di tempat tidur, sambil saya ciumi bibirnya. Lalu dia berkata,

“Bang yang barusan enak banget”

Kejadian tersebut berulang jika istri saya tidak dirumah, dan Cici juga semakin betah tinggal di rumah saya. Kejadian selanjutnya untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, saya dan Cici sepakat untuk memakai kondom dan kami berjanji untuk saling memuaskan serta menjaga rahasia ini dari siapapun.