Monday, 18 December 2017

BU HAJJAH TATI


Kunjungi Juga



https://bio.izaygadget.com/

Sore itu Hajjah Tati baru saja sampai di muka rumahnya di sebuah perumahan di dareah Bekasi. Ia memang baru sebulan ini tepilih menjadi dekan di fakultas sastra di Universitas Islam di wilayah Bekasi itu, setelah sekitar 15 tahun pengabdiannya yang tak mengenal lelah di Universitas tersebut. Hari itu ia merasa lelah sekali setelah dua hari ini harus memimpin rapat panjang dan penuh perdebatan di kampus tempat ia mengajar. Hajjah Tati harus memimpin sebuah rapat yang dilematis. Ia berjuang sendirian mempertahankan keputusannya untuk mengeluarkan dua orang mahasiswa yang minggu lalu tertangkap basah sedang memperkosa seorang mahasiswi juniornya yang berjilbab, bersama dengan 2 orang lelaki lainnya di dalam area kampus. Semua dosen laki-laki peserta rapat, juga ketua serta wakil pengurus Yayasan pemilik Universitas tersebut, yang mana juga laki-laki, menginginkan Hajjah Tati membatalkan keputusan yang diambilnya tiga hari yang lalu itu. Dalam rapat panjang itu, Hajjah Tati bersikeras mempertahankan keputusannya. Ini dilakukannya bukan tanpa kompromi, ia merasa sudah berkompromi untuk tidak melaporkan kejadian itu kepada pihak yang berwajib, tetapi ia berkeras untuk tetap mengeluarkan kedua mahasiswa bejat itu.

Yang menjadikan sulitnya keputusan tersebut adalah Abdul, salah satu dari dua mahasiswa itu adalah keponakan dari Bp. Harun, pengusaha kaya donatur utama dari Yayasan tempat bernaungnya Universitas Islam tersebut. Sehingga pengurus Yayasan takut keputusan mengeluarkan Abdul, pamannya jadi berang dan menyetop aliran dana ke Yayasan. Selain itu pengurus Yayasan juga merasa sudah berkompromi, dengan menyediakan uang tunai sebesar 200 juta kepada keluarga Nuraini serta menanggung semua biaya rumah sakti Nuraini, mahasiswi tingkat satu yang manis dan berjilbab itu, korban perkosaan “gang-bang” Abdul dan rekan2nya. Keluarga Nuraini adalah keluarga yang kurang mampu, sehingga uang sejumlah itu akan sangat berarti besar untuk mereka.

Tetapi sore itu, akhirnya Hajjah Tati berhasil mengalahkan semua argument lawan-lawan debatnya yang semuanya laki-laki itu dan tetap mempertahankan keputusannya mengeluarkan Abdul dan Santo dari Universitas tersebut.

Tepat ketika sampai dimuka rumahnya, supir bu Tati turun dan memencet bel di pintu pagar rumah bu Tati. Tiba-tiba dua orang kekar, keturunan Arab memukul dengan keras Miskun, sang sopir, sampai pingsan. Bu Tati menjerit histeris melihat adegan itu, belum sempat berpikir panjang, tiba-tiba pintu mobilnya dibuka kedua lelaki kekar itu dan mereka menarik paksa tubuh bu Tati, menggendongnya serta membawa masuk kedalam sebuah mobil van hitam besar yang sudah mengintai sejak lama. Pintu langsung menutup dan mobil tersebut melaju kencang keluar dari perumahan itu. Kemudian 2 pria kekar tadi menutup kedua mata bu Hajjah Tati dengan kain sehingga ibu dekan nan lembut itu tidak bias melihat dibawa kemana dirinya. Bu Tati berteriak minta tolong, tapi Abdul langsung menampar wajah manis Bu Tati nan masih berhiaskan jilbabnya dengan keras. Nafas Bu Tati langsung terhentak dan tubuhnya langsung lemas tak berdaya.

Dalam keadaan mata tertutup ketat oleh kain, tangan-tangan langsung merabai tubuh Bu Tati, meremas dan membelai-belai teteknya. Ada yang merabai pahanya dan kemaluannya. Lalu mereka mulai melucuti pakaian Bu Tati. Abdul menarik sepatunya, dan melucuti gamis putih yang dipakainya. Santo menarik pakaian dalamnya yang tipis hingga robek dan menyusupkan tangannya ke dalam bh Bu Tati. Sambil melihat Bu Tati yang ketakutan dan gemetar Abdul berkata, “Bu Tati, ibu bakalan saya perkosa ramai-ramai dua hari – dua malam!”

Bu Tati kaget setengah mati oleh suara itu. Suara yang pernah didengarnya siang tadi di kampus. Ya, suara itu adalah suara mahasiswa yang dikeluarkan oleh bu Tati, dekan fakultas sastra Universitas Islam Bekasi. Setelah Mendengar itu Bu Tati berusaha sekali lagi melepaskan diri. Tangannya menepiskan tangan Santo dari teteknya dan kakinya menendang-nendang ke arah Abdul. Tapi Abdul berkelit dan langsung mengayunkan tangannya ke muka Bu Tati dan menarik jilbabnya.

“Brengsek! Kalo ibu berani sekali lagi nendang saya, saya bakal potong putting susu ibu, dan saya masukin kepalan tangan saya ke lubang memek’ ibu! Ngerti?!”

Sambil membuka ikatan di mata bu Tati, Abdul melanjutkan, “bu Tati Nurhayati, nah sekarang ibu tahu khan siapa kami ini dan kenapa ibu bisa sampe di sini?”

”Sekarang ibu akan merasakan pembalasan kami, atas DO yang ibu lakukan atas kami. Ibu bakalan diperkosa sama kita semua dan ibu nggak bakalan bisa nolak itu, ngerti? Jadi saya saranin, ibu pasrah aja, dan berlaku baek-baek. barangkali nanti saya bebasin ibu! ibu nggak bakalan dibunuh, cume saya sakitin aja sama saya perkosa. Tapi kalo ibu berani ngelawan, saya nggak peduli lagi sama nyawa ibu!” sambil menjambak jilbab lembut nan cantik milik Bu Tati, “Ibu ngerti brengsek?!”

Sambil menangis antara sakit dan ketakutannya Bu Tati menjawab, “Y,y,ya… “

“Nah gitu dong!” balas Abdul sambil melepaskan jilbab Bu Tati dari genggammannya.

Kemudian dengan gaya wartawan, sambil merekam ibu Tati dgn kamera DV, Santo mulai mewawancarai ibu Dekan yang cantik itu.

“Nama ibu siapa?”

Pertama-tama bu Tati diam membisu mendengar pertanyaan bodoh itu. Plak, sebuah tamparan keras mendarat di pipi bu Tati.

“Ayo jawab, siapa nama lengkap ibu!!!” bentak Santo.

Masih gemetar dan lirih Bu Tati berkata “Tati Nurjannah.”

“Nama ibu bagus juga, umur ibu berapa sih?”

“52 tahun.”

Membayangkan tidur dengan bu Dekan yang sehari-harinya mengenakan jilbab dan pakaian santun itu, Abdul makin bernafsu. “Ibu udah pernah tidur sama laki-laki selain suami ibu?”

“Be..be..belum pernah.”

“Nah, kalo begitu ibu beruntung hari ini Bu Tati, sebab saya sama temen-temen saya bakalan bikin ibu jadi akhwat sejati. Kita semua bakal nidurin ibu, dan ibu bakalan suka kan Tati?!”

“Jangan, jangan sakiti saya, maafkan saya. Saya minta ampun!”

“Tapi Bu Tati saya bakalan bikin ibu sakit kalo kita pengen doang lho! Nah, bilang sama saya sekarang apa suami ibu pernah masukin kontolnya ke anus ibu? Atau mulut ibu?”

“Tidak, tidak, jangan. Lepaskan saya ! Saya nggak bakal bilang sama siapa-siapa.”

Sambil menarik jilbab Bu Tati lagi, Abdul berkata, “Ibu nggak bakal pergi kemana-mana. Tenang aja sayang, ibu bakalan puas sama kita semua. Nah sekarang siap-siap, kita muali sekarang!”

Sambil mendorong Bu Tati sambil terjengkang, Abdul melihat Santo sudah telanjang bulat. Sementara Sitompul di depan seringkali menoleh ke belakang melihat Bu Tati setengah telanjang terbaring di lantai van.

Sambil menarik jilbab Bu Tati agar berdiri, Abdul berkata “Sekarang lepasin BH sama celana dalem ibu! Cepet!”

Bu Tati hanya gemetar sambil menangis berkata “Jangan, jangan paksa saya. Saya bisa ngasih uang. Tapi jangan perk…”

Tanpa sempat menyelesaikan omongannya, tangan Abdul sudah menghajar muka Bu Tati sampai pipinya memerah dan hidungnya mengeluarkan sedikit darah. Sambil mengeluarkan pisau lipat Abdul mendekati Bu Tati “Ibu nggak ngerti juga rupanya hah?! saya suruh ibu telanjang ! saya nggak butuh duit ibu! saya cuma butuh badan ibu! Dasar dekan tolol! Terpaksa saya sendiri yang musti ngerjain. Santo loe pegang dia!”

Dari belakang Santo, melipat tangan Bu Tati ke belakang dan memegang erat-erat. Bu Tati mengerang kesakitan, dan dia tidak bisa bergerak karena genggaman Santo begitu kuat. Sementara dari depan Abdul mendekat sambil mengacungkan pisau lipatnya. Bu Tati dapat merasakan perut dan kontol mahasiswanya yang keras di punggung dan pantatnya.

“Bu Tati, saya nggak bakal motong badan ibu sekarang, tapi laen kali ibu lebih baek nurutin apa yang saya suruh!”

Setelah itu pisau lipatnya memotong tali BH dan Abdul menariknya lepas dan melemparkannya ke lantai. Lalu tangannya kirinya meremas tetek Bu Tati keras-keras tanpa peduli Bu Tati yang berteriak kesakitan.

Sambil tersenyum pada Santo, ia berkata,”Hmmmm, oke! Empuk dan kenyal! Coba saya tahu dari dulu kalo kita punya ibu Dekan yang montok ini. Mungkin udah gue perkosa dari dulu deh. ” Lalu dijilatinya tetek Bu Tati, berputar-putar sampai ke putting susunya. Terakhir digigitnya putting tetek montok hajjah Tati dengan gemasnya.

“Aiihhh sakiiitt, eihh.. jangan..” rintih hajjah Tati.

“Sayangnya bu Tati selalu pake jilbab & baju panjang sih kalo ke kampus. Jadi nggak kelihatan kemolekan badannya” timpal Sitompul.

Lalu digigitnya lagi putting susu yang coklat muda itu keras-keras. Ketika dilihatnya tubuh Bu Tati mengejang kesakitan, Abdul tertawa puas, “Nyam, nyam, enak banget. Oke deh, biar kita rasain semuanya sekalian. Eh temen-temen, gue ada ide nih. Gimana kalo, sehabis kita kerjain semaleman, besok subuh-subuh kita iket bu Tati di lapangan, telanjang bullet, tapi masih pake jilbab. Sebelumnya kita cukur dulu semua jembutnya biar keliatan jelas memeknya.”

“Hua..ha..ha.. boleh juga tuh ide loe. Tapi iketnya harus pake borgol, supaya susah dan lama buat nolong ngelepasin”

”Iya sih, tapi khan badannya bias ditutupin dulu sama kain. Mendingan jangan di lapangan. Kita iket dia pake borgol, lalu kita gantung dia di dalem rumah kaca pohon hias di loby kampus FS. Kita ganti gembok rumah kaca itu pake gembok kita. Jadi orang selain nggak bias ngelepasin iketannya, juga nggak bias nutupin badan telanjang bu Tati ini”.

Selama perjalanan, badan syemog nan putih mulus dan setengah telanjang itu habis digerayangi tangan-tangan keras nan perkasa. Daging-daging putih halus namun ranum dan montok segar itu dielusi, dibelai-belai, diremas-remas serta tak henti-hentinya dicubiti. Kemudian Van itu berhenti di depan rumah besar. Dari luar tidak ada tanda-tanda rumah itu berpenghuni, tapi Abdul tetap menghentikan van itu didepan pintu rumah itu.

“Gue mau ngenalin dia ke Koh Ayung nih, siapa tau tertarik!” jawab Abdul sambil mengangguk ke Bu Tati.

“Oke!”

Abdul lalu mendekati Bu Tati yang masih terbaring sambil terengah-engah menangis dan lelah karena dikerjai selama perjalanan tadi. “Halo sayang, mari saya bantu ibu berdiri. Nih pake celana dalem ibu. Nggak baek kalo ibu keluar telanjang begini. Nih saya kasih ibu kaos putih. Tapi sorry, mungkin agak kesempitan buat bodi ibu yang montok ini. BH ibu udah robek, jadi nggak bisa dipake lagi.”

Lega dengan kata-kata Abdul yang lembut, Bu Tati menyangka mereka sudah puas menyiksanya dan akan membebaskannya. Ia lalu berdiri dan memakai celana dalamnya. Sementara Abdul, melihat darah kering yang menempel di bawah hidung Bu Tati. Ia lalu mengambil sobekan BH Bu Tati membasahinya dengan ludah dan membersihkan darah kering tersebut dari hidung Bu Tati yang putih mulus. Ketika Bu Tati membungkuk untuk memakai celana dalamnya, Abdul melihat tetek Bu Tati yang menggantung, betis dan paha mulusnya yg berbentuk “bunting padi” dan pantat yang bulat penuh, Abdul hampir tidak kuat menahan nafsunya. Mulai dari saat itu Abdul bertekad untuk tidak akan membebaskan Bu Tati. Ia terlalu berharga buat mereka, mereka akan menikmati lagi tubuh Bu Tati berulang-ulang buat sementara waktu. Kecantikan Bu Tati terlalu banyak buat disimpan oleh suami bu Tati sendiri pikir Abdul. Setelah memakai celana dalamnya, Bu Tati lalu memakai kaos putih pemberian Santo tadi.Setelah terpasang, ternyata Santo benar, kaos itu sangat pendek dan kecil, tapi terbuat dari kaos yang sangat elastis, jadi muat juga dipakaikan ke tubuh semok itu.

Lucunya di bagian depan kaos itu tertulis kata-kata “TETEK SAYA 36 D, MAU COBA?”

Sedangkan di bagian belakang kaos “PALING SUKA DEH SAMA KONTOL GEDE” dan ada gambar kontol lelaki yg besar dan gempal di atas tulisa itu.

Dan ketika Bu Tati meraih gamisnya yang ada di lantai Abdul berkata memerintahkan Bu Tati untuk langsung memakai sepatunya saja. Tanpa perlu mengenakan gamis. Terkejut dan masih yakin kalau mereka akan melepaskan mereka Bu Tati langsung membantah. “Tapi, saya kan mau pulang masa nggak boleh pake baju?”

Abdul langsung marah dan menghajar perut Bu Tati keras-keras. Bu Tati langsung terbungkuk dan megap-megap kesakitan.

“Brengsek ibu! saya cuma suruh ibu pake celana dalem, kaos, jilbab sama sepatu ibu. Cuma itu goblok!” teriak Abdul sambil menarik jilbab Bu Tati agar tegak kembali, dan mendorong tubuh Bu Tati hingga punggungnya menempel ke dinding van.

Sambil meremas-remas tetek Bu Tati yang tertutup oleh t-shirtnya Abdul menlanjutkan, “Dengerin goblok! ibu lebaih baek lebih perhatian kalo saya lagi ngomong! ibu bukan di kampus sekarang, jadi ibu lebih baek nurutin apa yang saya perintah! Dan yang saya nyuruh langsung pake sepatu ibu! Daster ibu nggak usah dipake!”

Dan sambil menarik rambut Bu Tati lebih keras lagi, “Dan ibu lebih baek brenti nangis! Kalo nggak, saya bakal bikin ibu nangis betulan dan keras banget! ibu mau puting susu ibu saya tindik, biar ibu tau sakitnya gimana? Gimana? ibu ngerti atau saya musti hajar ibu lagi?”’

Dengan tubuh gemetar Bu Tati pelan-pelan memakai sepatunya. Setelah itu Abdul menyuruh Bu Tati berdiri dihadapannya.

Dengan t-shirt porno berwarna putih yang yang panjangnya hanya sampai di atas pusarnya, celana dalam, sepatu dan tetek yang membayang, membuat Bu Tati semakin seksi dan cantik. Membuat mereka bertiga langsung bergairah lagi.

Tapi Abdul langsung menarik tangan Bu Tati dan menariknya turun dari van dan masuk ke halaman rumah besar tadi. Sementara Sitompul langsung memutar van dan memacunya ke tengah kota. Ketika sampai ke depan pintu masuk Abdul langsung membuka pintu dan mendorong Bu Tati masuk. Mereka masuk ke sebuah ruangan di tengah rumah itu.

“Hei! Abdul! Gila loe, lama amat loe nggak mampir, saya kira loe udah mati aja waktu kerusuhan kemaren!”

Seorang laki-laki gemuk berumur 50-an menyapa Abdul dari balik meja kerja yang besar di tengah ruangan.

Melihat Bu Tati yang ada di samping Abdul, laki-laki itu menajdi ingin tahu, “Siapa nih ibu? Koq tumben nyari perek yang udah ibu-ibu gini?”

“Halo boss Ayung! Wah makin makmur aja tuh perut!” kata Abdul sambil menarik Bu Tati mendekati orang itu. “Ibu ini bukan perek Koh Ayung!! Namanya Bu Tati, dekan di kampus gue, FS UIB. Jadi bukan perek sembarangan Koh Ayung. Orang tiap hari ke kampus aja pake jilbab terus. Lagian bu Tati ini dari keluarga baek-baek Koh Ayung.”

“Buju busyet… apa loe udah gila Abdul?? Loe mau masuk penjara kali yah? Dekan sendiri loe kerjain??”

“Jangan takut Koh Ayung, gue bakal abisin dia tanpa ninggalin jejak. Gue dendam banget nih sama dia, gara-gara die yang paling getol bikin gue DO tadi 3 hari yang lalu waktu gue diadili. Masak gara-gara gue perkosa mahasiswi berjilbab aja gue di-DO. Rese nggak sih”

“Ah loe olang benel-benel gile Abdul. Ehm…tapi boleh juga nih bu Dekan. Montok & putih banget Man….!”

Sambil menoleh ke Bu Tati, Abdul melanjutkan, “Bu Tati sayang, ini Koh Ayung. Boss gue yang turunan Cina. Hobbynya juga sama, memperkosa gadis-gadis yang lokal yang soleha apalagi yang berjilbab. Tapi malem ini die dapet kesempatan lihat ibu soleha yang berjilbab telanjang bullet. He..he.. Kasih salam dong sayang….!”

“Malam.” kata Bu Tati lirih sambil menunduk. Dirinya merasa malu sekali berdiri di depan dua orang pria dengan hanya memakai celana dalam dan t-shirt.

”HEH yang bener donk kalo kasih salam, gimana kalo ngassih salam di kampus??”

”Assalaamualaikum ….” Lemah sekali bu Tati menyapa sambil mematung malu sekali

“Ya..Iya… Wa’alaikum salam” jawab lelaki yang dipanggil Koh Ayung tadi.

Lalu Abdul melanjutkan “Bu Tati, coba ibu lepasin kaos sama celana dalem ibu. Biar saya bisa yakinin temen saya ini!”

Dengan gemetar Bu Tati melepaskan kaosnya dan menarik turun celana dalamnya. Sedangkan jilbab lebar serta sepatunya masih tetap dikenakan, kata Abdul itu membuat dirinya lebih seksi.

Koh Ayung bersiul ketika melihat tubuh Bu Tati yang halus mulus dan bugil di depan matanya. Kontolnya langsung tegang.

“Gila! Cakep banget! Liat Abdul, teteknya padet banget. Cocok sama selera saya! Loe emang pinter milih barang Abdul!” kata Koh Ayung sambil bangkit dan berjalan mendekati Bu Tati.

Bu Tati berusaha tetap tegak sekalipun ia tidak ingin Koh Ayung menyentuh dirinya, tetapi ia lebih takut dengan ancaman Abdul tadi. Sedangkan dalam rumah itu sudah tidak ada lagi kemungkinan untuk lari.

Sambil menjilat bibirnya Koh Ayung berhenti di hadapan Bu Tati. Disibakkannya bagian depan jilbab lebar bu Tati ke atas bahu bu Dekan itu. Lalu tangannya ditangkupkan di tetek Bu Tati, sambil meremasnya dengan lembuuuut..sekali. Merasakan kehalusan dan kepadatan tetek Bu Tati. Kemudian dengan telunjuknya disentuhnya puting susu sebelah kiri bu Tati, ke kiri dan ke kanan, ke atas dank ke bawah. Dua kali berturut-turut. Hanya itu saja.

“Berapa umur ibu?” Tanya Koh Ayung mencoba gaya sopan dan berwibawa.

“52 tahun.”

“Wah, udah masuk tengah baya ya! Tapi masih begini bagus. Bodi ibu oke banget dan kulit ibu bersih banget!” kata Koh Ayung. “Coba ibu berputar deh!”

Perlahan Bu Tati berputar membelakangi Koh Ayung. Dan dirasakanya tangan Koh Ayung sekarang ada di pantatnya membelai dan meraba-raba. Bu Tati mau menangis sekeras-kerasnya. Belum pernah ia dipermalukan seperti ini. Sebagai seorang ibu hajjah yang taat dan saleh, ia harus berdiri telanjang bulat dengan hanya mengenakan jilbab lebarnya serta sepatu berhak tinggi, di depan dua lelaki yang bukan suaminya dan bukan muhrimnya. Dan lagi kedua lelaki itu masih berpakaian lengkap sedangkan dirinya dibiarkan telanjang bulat dengan pantat diraba-rabai, dibelai-belai dan dikuakkan pertemuan buah pantat yang bulat montok mengundang itu.

Kemudian sambil menyibakkan jilbab lebar di dada Bu Tati, Koh Ayung menghirup putting susu Bu Tati dengan hidungnya sepintas. Sambil melakukan itu tangan Koh Ayung berpindah ke memek Bu Tati diraba-rabanya memek Bu Tati sambil berkata, “Jadi ibu dekannya Abdul di FS IUB? Ngomong-ngomong ibu punya putra berapa?” Koh Ayung tetap sok berwibawa.

“Dua” jawab bu Tati terpaksa. Sedangkan Abdul masih merekam kejadian itu dengan kamera DV-nya.

Selajutnya yang terjadi adalah, Koh Ayung terus menanyai bu Tati tanpa atau dengan hanya sedikit saja menyentuh, meraba dan mengelus bagian-bagian tertentu dari tubuh telanjang yang suci itu. Bu Tati tersiksa sekali dengan perlakuan yang sok lembut & berwibawa itu, ia merasa dipermalukan sejadi-jadinya. Bu Tati pikir, lebih baik dia dibunuh saja sekalian dari pada dipermalukan seperti itu. Apalagi pertanyaan-pertanyaan Koh Ayung merupakan pertanyaan-pertanyaan tentang pribadi & keluarganya. Tapi di bawah ancaman Abdul, terpaksa juga dia jawab dengan jujur. Koh Ayung lalu menanyakan :

“Kata ibu sekarang umur ibu 52, apa ibu udah menopause?” sambil tangan kanan Koh Ayung membelai cepat gundukan daging di pertemuan kedua pahanya dari arah depan. Cepat sekali ia membelai selangkangan suci milik hajjah nan taat itu. Merasa tidak puas, diulanginya lagi belaian itu, dengan sedikit menekan di bagian belahan aurat kemaluan Hj. Tatik, sambil berkata

“Eh aurat kemaluan ibu lembut banget yah? Ngomong-ngomong ibu gak malu ya telanjang bulat kayak gini?”

“Maluu… pak. Tolong jangan permalukan saya seperti ini…” Plak.. satu tamparan keras mendarat di wajah manis hajjah nan elok lembut keibuan ini.

”Pernah nggak ibu selingkuh, maksud saya pernah nggak ibu sanggama sama lelaki selain suami ibu? Maaf ya bu, saya tahu ibu pake jilbab dan udah hajjah lagi, tapi khan mungkin ibu pernah tidur sama lelaki lain, apa sama pak Bambang Rektor UIB itu mungkin?” dengan suara Koh Ayung yang lembut sekali, tapi menyakitkan hati bu Tati.

”Tidak… “

Lalu sambil menangkupkan telapak tangan kanannya di susu kiri bu Tati sambil meremas lembut susu montok itu, Koh Ayung melanjutkan interviewnya

”Atau mungkin sama si Miskun, sopir ibu? Nggak juga? Ehm… gimana kalo sama pak Broto, dosen sastra Arab yang tinggal punya satu kaki itu… Saya denger dia punya kontol gede lho bu, coba deh ibu inget-inget lagi, pernah nggak ibu ke hotel nginep berdua pak Broto. Mungkin bu Tati lupa kalo ibu pernah sanggama sama pak Broto…?”

“Tapi tenang aja sayang, dengan saya ibu nggak bakalan disakiti. ibu bakalan merasakan bagaimana menjadi akhwat sejati!”

Sambil memutar kembali tubuh Bu Tati, Koh Ayung melanjutkan, “Tapi sebelon itu saya mau ngambil foto-foto ibu dulu! Abdul tolong ambilin kamera saya di laci! Eh, sekalian sama vibratornya!”

Abdul kembali sambil membawa kamera polaroid dan vibrator, dan meletakannya di tangan Koh Ayung. Sementara itu, Koh Ayung mulai melepaskan seluruh pakaiannya. Bu Tati tidak bisa melepaskan pandangannya ketika Koh Ayung sedang melepaskan pakaiannya satu persatu. Ia melihat otot-otot di kaki dan tangan Koh Ayung. Walaupun badannya gemuk dan berotot. Kontolnya mengacung tegang dan besar, walaupun tidak sebesar milik Sitompul. Setelah telanjang bulat Koh Ayung mengambil kamera dan mulai memotret Bu Tati. Lima pose pertama Bu Tati berpose dengan tangan menutupi tetek dan memeknya. Koh Ayung membiarkan bu Tati menutupi aurat-aurat keakhwatanya itu. Koh Ayung pikir toh 1 roll film berisi 36, masih banyak sisanya. Setelah itu dibawah ancaman Abdul, bu Tati berdiri tegak dengan tangan disamping. Pose ini diambil Koh Ayung dari berbagai sudut. Lucu sekali bu hajjah Tati yang telanjang dan masih mengenakan jilbabnya itu, berdiri kaku dengan tangan disamping. Persis seperti anak madrasah yang berjilbab sedang berdiri upacara sekolah, bedanya selain jilbab yang tetap terpasang di kepala, bu Tati ini polos tanpa sehelai benangpun

Kemudian Koh Ayung mulai memerintahkan Bu Tati untuk berpose lebih menantang. Diantaranya, jilbabnya dilepas, lalu bu Tati diperintah untuk menyibakan rambutnya sambil tersenyum. Tiga pose pertama senyumnya kaku sekali dan terlihat dipaksakan. Tapi setelah diancam gunting tepat di atas putting susunya, bu Tati berusaha keras memberikan senyuman manis. Usahanya tak sia-sia, Koh Ayung mendapatkan beberapa senyum manis manja bu Hajjah Tati, dengan tangan kanan menyibakkan rambut dan tetek serta memeknya terpampang jelas. Lainnya, dengan satu tangan di memek, sementara tangan yang lain meremas teteknya, Bu Tati menunduk sambil menjilati teteknya sendiri.

Sambil terus mengganti film yang habis, Koh Ayung terus memotret Bu Tati dari segala sudut. Kemudian Bu Tati diperintahkan untuk berdiri kemudian membungkuk kedepan, dan kedua tangannya membuka belahan pantatnya. Koh Ayung lalu memotret anusnya close up. Setelah itu Bu Tati berdiri sambil membuka kakinya, sehingga Koh Ayung bisa membuat foto close-up memeknya. Bu Tati melihat Abdul juga sudah telanjang bulat dan sedang menggosok-gosok kontolnya sambil melihat foto-foto Bu Tati. Lalu Koh Ayung menyuruh Bu Tati memasukan jarinya ke dalam memeknya dan mulai menggerakannya keluar masuk. Kali ini Koh Ayung sudah selesai dengan fotonya, tapi merekan dengan kamera DV milik Abdul. Setelah 3 menit melakukan itu, Koh Ayung melihat jari Bu Tati mulai basah oleh lendir yang keluar dari memeknya. Melihat itu Koh Ayung menyuruh Bu Tati berhenti dan berdiri. Koh Ayung kemudian mengambil vibrator dan menyerahkan pada Bu Tati, sambil menyuruhkan agar mengulum dan menjilatinya. Bu Tati yang belum pernah melihat vibrator bingung mendengar perintah Koh Ayung. Melihat itu Koh Ayung melanjutkan, “Ibu anggep itu es krim! ibu jilatin, ibu masukin ke mulut ibu kayak ibu waktu makan es krim!” Koh Ayung kemudian menyalakan vibrator itu dengan kecepatan yang paling tinggi.

“Nah Bu Tati coba ibu berdiri di tengah dan mulai menjilati sama mengulum vibrator itu.”

Bu Tati berjalan ke tengah ruangan, dan berharap semoga dengan menuruti perintah Koh Ayung, ia akan dibebaskan segera dan tidak disiksa lagi oleh Abdul. Di tengah ruangan Bu Tati mulai menjilati vibrator yang bergetar-getar, dan kemudian memasukannya ke mulutnya. Sementara memegang vibrator dengan satu tangan, Koh Ayung menyuruh Bu Tati agar meraba-raba memeknya dengan tangan yang lainnya. Koh Ayung pun mulai merekam Bu Tati yang sedang beraksi itu. Setelah itu Koh Ayung menyuruh agar Bu Tati memasukan vibrator itu ke dalam memeknya. Ketika vibrator itu menyentuh memeknya, Bu Tati terkejut dengan getaran vibrator itu di bibir memeknya. Sambil perlahan memasukan vibrator itu ke memeknya, Bu Tati tidak dapat berpura-pura untuk tidak menikmati rasa yang ditimbulkan oleh getaran vibrator itu. Bu Tati merasakan kenikmatan yang makin memuncak, dan sekarang ia mulai mengerang nikmat. Melihat Bu Tati yang mulai terangsang Koh Ayung menyuruh Bu Tati agar berlutut sambil terus menggerakan vibrator itu keluar masuk.

“Coba ibu kulum punya saya !”

Sudah dikuasai oleh rangsangan dari vibrator dan memeknya, Bu Tati langsung mengulum kontol Koh Ayung dan merasakan rasa asin dari kontol Koh Ayung yang sedikit mengeluarkan cairan. Setelah beberapa saat, Koh Ayung meraih rambut Bu Tati dan mendorong kepala Bu Tati ke depan sehinggan seluruh kontolnya masuk ke dalam mulut dan tenggorokan Bu Tati. Bu Tati langsung panik, karena ia tidak dapat bernafas. Tangannya mendorong-dorong pinggang Koh Ayung, tapi tangan Koh Ayung terlalu kuat menahan kepalanya. Bu Tati tersengal-sengal, wajahnya memucat. Koh Ayung langsung melepaskan kepala Bu Tati sehingga Bu Tati bisa bernafas kembali. Bu Tati langsung tersungkur sambil terbatuk-batuk berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya. Lalu Koh Ayung mengambil kembali jilbab bu Tati yang tadi dicopotnya. Dikenakannya kembali jilbab merah bermotif bunga itu di kepala bu Tati dengan perlahan. Lembut sekali perlakuan Koh Ayung ketika ia mengenakan jilbab cantik nan halus itu di kepala akhwat tengah baya nan santun itu. Setelah selesai terpasang rapi, kemudian dibelai-belainya kepala nan terbungkus jilbab cantik itu dengan penuh kasih sayang dan terakhir diciumnya kepala berjilbab santun itu, harum sekali rasanya. Ada tersirat rasa sayang terhadap akhwat lembut nan santun itu, ingin rasanya ia nikahi Hj. Tati di kemudian hari. Ingin ia memberikan keturunan kepada ibu hajjah nan manis dan lembut itu. Kemudian dengan lembut dan penuh perhatian serta kasih sayang, Koh Ayung berkata:

“Ibu emang penurut Bu Tati. Nah, kalo ibu udah lega coba ibu berdiri lalu puterin ruangan ini, tapi AWAS jangan copot tuh vibrator. Terus ibu berbaring di atas meja ini!” Koh Ayung berkata sambil menunggu Bu Tati di sebelah meja besar tadi.

Bu Tati berusaha berdiri, sambil merapatkan kakinya agar vibrator yang masih bergetar di aurat kelaminnya itu tidak lepas. Kemudian dengan tertatih-tatih berjalan mengitari ruangan. Setiap kali kakinya melangkah, Bu Tati merasa rangsangan yang datang menyerang bertambah tinggi. Lucu sekali cara berjalan bu Hajjah Tati itu. Dengan kepala terbungkus jilbab lebar nan indah itu, sepasang paha putih yang lencir itu dijaga rapat-rapat agar vibrator itu tidak lepas dari liang peranakannya, kedua betis bening dan kecil itu hanya bisa bergerak sedikit-sedikit untuk dapat berjalan, membuat dua bongkahan pantat putih dan bulat montok itu megal-megol ke kiri dan ke kanan, persis seperti saat ia mengenakan kebaya ketat, bedanya kali ini ibu Hajjah telanjang bulat. Kedua tangannya diangkat dan dilipatkan di atas kepala, membuat kedua bongkahan daging di dada mulus itu bergantung bersahaja seakan-akan menanti tangan-tangan lelaki untuk menjawilnya. Tetek putih yang berisi air susu yang bergizi dan lezat itu melambai kekiri dan ke kanan dengan lembut manja. Tidak tahan, Koh Ayung menghampirinya. Ia merangkul pinggul bu Tati, sambil membimbing bu Tati mengelilingi ruangan besar itu, dua kali putaran lagi. Sesekali tangan kanan Koh Ayung menepuk lembut bongkahan daging putih di pantat Hj. Tati, sesekali pula ditangkupkannya tangan kanannya di antara buah pantat putih montok itu, sambil jari tengahnya mengelus-elus selangkangan hajjah Tati nan suci itu. Tiga kali sudah ruangan besar itu dikelilingin Hj. Tati. Kemudian setelah sampai di meja, Bu Tati berusaha naik ke atasnya sambil terus merapatkan kedua kakinya sambil kadang mengerang.

“Dia hebat banget Abdul! saya udah nggak sabar nih pengen nidurin dia!” Koh Ayung berbisik pada Abdul.

“Gue tau Koh Ayung, gimana kalo lu tidurin dia, tapi loe dorong sampe kepalanya ngegantung di pinggir meja biar bisa saya masukin punya saya di mulutnya?” kata Abdul sambil terus mengocok kontolnya.

“Sabar Abdul, saya tau loe udah nggak sabar. Tapi saya pengen ngajarin dia rasanya orgasme itu gimana. Biar dia nikmatin dulu orgasmenya yang pertama. Kalo udah nanti di sikat di bareng-bareng! Kita perkosa, kita siksa sampai dia nangis dan jerit-jerit minta-mita ampun. Kalo perlu kita pecutin teteknya, abis montok banget sih. Sabar dulu Abdul!” jawab Koh Ayung.

Bu Tati sekarang sudah terlentang diatas meja. Tangannya terus menggerakan vibrator itu keluar masuk.

Koh Ayung mendekatinya dan berkata, “Gimana rasanya? ibu kepengen kan saya tidurin? ibu pengen kontol gua kan?”

Pinggul Bu Tati terangkat ke atas, sambil mengerang, “Iya, saya pengen! Pengen!”

Koh Ayung naik ke atas meja, ditepisnya tangan Bu Tati dari vibrator dan dicabutnya vibrator itu dari memek Bu Tati. Lalu ditempelkannya ujung vibrator tadi pada clitoris Bu Tati. Bu Tati makin mengerang-ngerang nikmat, badannya mengejang dan menggelinjang.

“Ibu suka kan?” tanya Koh Ayung sambil melihat muka Bu Tati yang memerah.

“Ehm…ehm…” bu Tati mengeleng-geleng. Tapi Koh Ayung tahu jawaban sebenarnya. Bu Tati sudah mulai terangsang.

Koh Ayung lalu menempelkan ujung kontolnya ke bibir memek Bu Tati, “Apa ibu mau papi tidurin ibu ?”

“Eiih… …” kembali bu Tati mengeleng.

“Ibu musti panggil saya papi dulu! Baru saya masukin”

“Papi….!” Tanpa sadar bu Tati memanggil Koh Ayung dengan sebutan papi. Lalu cepat-cepat dikoreksinya “Nggak..nggakk.”

Sambil tersenyum Koh Ayung berkata lagi, “Coba ibu bilang ibu butuh banget kontol saya! ibu udah nggak tahan pengen kontol saya!”

Dengan erangan yang makin keras karena getaran vibrator pada clitorisnya Bu Tati hanya mampu berteriak,

“Papi…………!

Koh Ayung lalu menjatuhkan vibrator tadi dan langsung memajukan pinggulnya. Memek Bu Tati yang sudah basah tanpa kesulitan dimasuki seluruh kontol Koh Ayung. Tetstis Koh Ayung mengayun-ayun menampar bagian bawah memek Bu Tati, sementara Bu Tati megap-megap dengan dorongan keras Koh Ayung. Bu Tati belum pernah merasakan saat seperti ini, setiap bagian tubuhnya serasa sangat sensitif terhadap rangsangan. Teteknya terangsang saat ditindih oleh dada Koh Ayung. Ada kebingungan yang tak terjawab di dasar hatinya. Di satu sisi ia merasa terangsang dan menikmati gesekan kemaluan Koh Ayung yang belum disunat itu, di sisi lain ia sebenarnya masih sadar bahwa ia sedang disanggama oleh lelaki yang bukan suaminya. Bahwa tubuh suci yang belum pernah terjamah lelaki lain itu, sedang dicicipi oleh pria Cina yang belum disunat itu. Bahwa dua anak manusia itu tengah menyatukan badannya menjadi satu daging, menyatu dagingnya, menyatu cairan-cairannya, menyatu alat kelaminnya serta menyatu jiwanya.

Bu Tati hanya merasa nikmat di memeknya yang terisi penuh ketat melesak padat oleh kontol, Bu Tati hanya berusaha menikmati seluruh rasa nikmat yang dirasakan tubuhnya. Tanpa sadar Bu Tati berusaha menggerakan pinggulnya mengikuti irama gerakan Koh Ayung. Koh Ayung melihat Bu Tati mengerang, merintih, mengejang setiap kali ia bergerak. Dan Bu Tati sudah mulai mengikuti gerakannya. Lalu Koh Ayung merasakan tangan Bu Tati merangkul punggungnya dan menariknya agar semakin rapat pada tubuh Bu Tati. Koh Ayung terus mengosok-gosokan kontolnya dengan clitoris Bu Tati sementara, Koh Ayung sendiri menahan orgasmenya. Semakin keras gerakan Koh Ayung, makin tidak sabar Koh Ayung buat menyakitin Bu Tati, tapi Koh Ayung sekarang ingin membuat Bu Tati orgasme terlebih dahulu. Bu Tati semakin terangsang, sekarang wajahnya terbenam di dada Koh Ayung, memeknya berkontraksi, berusaha menahan rasa nikmat yang tidak dapat terlukiskan. Akhirnya Bu Tati tidak kuat menahan dorongan orgasme, punggungnya melengkung, matanya terbelalak, seiring dengan meledaknya orgasme di memeknya. Orgasme pertama dari Bu Tati.

“Paphiiiiiiiii, aduuuuuuh, papiiii. Aaaaaaaaaaaaah. Aduuuuuuuhh, paphiiiiiii”

Koh Ayung tersenyum melihat tubuh Bu Tati terguncang-guncang karena orgasme selama 15 detik tanpa henti. Koh Ayung pun terus menggerakan kontolnya menggosok clitoris Bu Tati. Setelah orgasmenya selesai, tubuh Bu Tati langsung terkulai tak berdaya. Koh Ayung mengedipkan mata pada Abdul dan memberi tanda agar Abdul mendekati meja.



No comments:

Post a Comment