Sunday, 31 December 2017

Mbak Lestari



Sebetulnya aku bukanlah seorang pemerkosa. Aku juga bukan lelaki hipersex yang hobi jajan di lokalisasi. Aku seorang lelaki beristri. Tetapi, kejadian spontan telah membuatku menjadi orang yang terobsesi pada sex dengan kekerasan. Ya, tepatnya, aku kini jadi pemerkosa. Spesialisasiku, memperkosa perempuan berjilbab !
Siang itu, aku berhenti di depan sebuah warung kecil. Mau beli Djarum Super. Baru sekali ini aku ke warung ini. Seperti aku bilang tadi, aku mau beli Djarum Super. Rokok biasanya dipajang di bagian depan warung. Saat itulah kulihat seorang perempuan tengah nungging membelakangiku. Kelihatannya ia sedang menata barang dagangan.

Kalian pasti membayangkan aku melihat paha yang tersingkap di balik rok. Jangan keliru dulu. Yang kulihat justru perempuan dengan busana serba tertutup. Ia pakai gamis panjang sampai mata kaki. Tetapi justru itu menariknya. Perempuan ini memakai gamis dari bahan halus berwarna biru muda. Kelihatan juga ia berjilbab biru tua. Jilbabnya panjang. Ujungnya sampai ke pinggulnya. Pada posisi menungging gitu, bagian muka jilbabnya jatuh sampai ke lantai. Dari celah jilbab di bawah lengannya terlihat tonjolan teteknya lumayan gede juga.

Yang pertama menarik perhatianku justru bokongnya. Dari belakang terlihat bundar. Di bundaran itulah terlihat cetakan garis celana dalamnya. Entah mengapa aku jadi tertarik mengamati terus gerakan bokong perempuan itu. Sekitar lima menitan aku pandangi bokong itu. Yang terlihat di mataku kini bercampur dengan imajinasi bokong telanjang. Tambah parah lagi karena sekali perempuan itu menggaruk pantatnya tanpa sadar ada yang mengawasi. Tanganku rasanya gatal, ingin mengelus dan meremas pantat bundar itu. Akhirnya, perempuan itu menyadari kehadiranku. Ia menoleh ke belakang dan terkejut.

“Eh… mau beli apa pak ?” katanya di tengah keterkejutannya.

Aku lebih terkejut lagi. Ternyata, perempuan ini sangat cantik. Usianya memang tak muda lagi. Mungkin sudah sekitar tiga puluh tahunan. Tapi wajahnya itu lho yang bikin aku nggak bosan memandangnya. Putih, amat putih malah, bersih dan lembut…..Aku berlagak mencari-cari barang sambil terus menerus mencuri kesempatan memandang wajahnya. Sesekali kuajak ngobrol dia. Suaranya juga lembut, selembut wajahnya. Pikiranku mulai ngeres. Membayangkan rintihannya ketika memeknya ditembus kontolku.



Dari ngobrol itulah kutahu bahwa dia seorang ibu dengan tiga anak. Yang paling besar baru kelas 5 SD. Kaget juga aku waktu tahu dia sudah punya 3 anak. Menurutku, dia bahkan pantas jadi mahasiswi semester I. Suaminya kerja dan baru pulang sore. Anak-anaknya sedang sekolah.

“Jadi sendirian nih, Mbak ?” komentarku, keceplosan saking excitednya.

“Iya, Pak. Sebentar lagi anak-anak juga pulang,” jawabnya tanpa curiga.

Aku masih asyik dengan bayangan tubuh telanjangnya ketika ide jahat melintas begitu saja. Itu terjadi ketika kulihat sebilah pisau dagangan yang dipajang. Cepat sekali itu terjadi. Aku asal saja mengambil barang-barang dan kutaruh di meja kasir di hadapannya.

“Aduh, Mbak… saya kok kebelet pipis. Bisa numpang ke belakang nggak ?” kataku, mulai menjalankan rencana jahatku.

“Eh… gimana ya….?” katanya ragu. Aku tahu ia ragu, karena ia sendirian di rumah.

“Gimana nih…. udah nggak tahan, Mbak,” kataku sambil demonstratif meremas selangkanganku di hadapannya.

Kulihat wajahnya memerah.

“Eh…. tapi tunggu sebentar ya… kamar mandinya berantakan. Saya rapikan sebentar,” sahutnya sambil bergegas ke dalam.

Aku langsung menutup pintu warung dan menguncinya. Lalu, kuambil pisau dan menyusul perempuan tadi. Sekilas kulihat ia keluar dari kamar mandi dan menaruh BH ke mesin cuci.

“Gimana ? Dah nggak tahan nih,” kataku lagi sambil meremas selangkanganku dan melangkah ke arahnya.

Ibu muda itu kelihatan jengah karena melihatku ada di dalam rumah. “Eh… sudah, silakan,” katanya dengan wajah menunduk.

Karena menunduk itu, ia kaget betul waktu aku berhenti di depannya. Ia mengangkat wajahnya dan seketika terlihat pucat waktu kuacungkan pisau ke arah perutnya.

“Angkat tangan dan jangan melawan !” kataku setengah berbisik.

Ia tampak ketakutan betul. Tangannya segera terangkat. Kusuruh ia berbalik menghadap tembok. Kedua tangannya kemudian kuturunkan dan kuikat dengan BH yang kuambil dari mesin cuci. Lalu, kuputar tubuhnya hingga menghadapku.

“Jangan… tolong, jangan apa-apakan saya…” katanya dengan suara gemetar.

“Jangan takut, saya cuma mau senang-senang sedikit,” kataku sambil menjulurkan tangan ke dada kanannya yang tertutup jilbab lebar.

Ibu muda ini memekik kecil. Wow… teteknya terasa kenyal dan mantap.

“Kamu nggak pake BH ya ?” kataku sambil mencubit putingnya dari luar jilbab. Ia terus menggeliat-geliat.

“Siapa namamu ?” kataku sambil memencet putingnya agak keras.

“Aduh…. aduh… Lestari… aduh, jangan keras-keras….” ia merintih-rintih.

Kulepaskan jepitanku pada putingnya. Tetapi kini tanganku mulai merayap ke perutnya yang ramping. Terus turun ke pusarnya dan akhirnya berhenti di selangkangannya. Kuremas-remas gundukan memeknya.

“Ohhh… jangan… jangan….” Lestari menggeliat-geliat.

“Jangan takut Mbak… saya cuma mau main-main sebentar…” kataku lalu berlutut di hadapannya.

Tanganku kemudian masuk ke balik gamisnya. Menyusuri kulit tungkainya yang mulus. Lalu perlahan kutarik turun celana dalamnya. Perempuan itu mulai terisak. Apalagi, kini kupaksa kedua kakinya merenggang. Kuangkat bagian bawah gamisnya sampai ke pinggang. Wow… indah sekali. Memeknya mulus tanpa rambut. Gemuk dan celahnya terlihat rapat. Tak sabar kuciumi memek cantik itu…

Lestari terisak, memohon-mohon agar aku melepaskannya. Ia pun menggeliat-geliat menghindar. Tetapi, mulutku sudah begitu lekat dengan pangkal pahanya. Kujilati sekujur permukaan memeknya sampai basah kuyup. Lidahkupun berusaha menerobos di antara celah memeknya. Agak sulit pada posisi seperti itu. Maka, kugandeng Lestari ke kamarnya. Setengah kubanting tubuhnya ke atas ranjangnya sendiri. Ibu muda itu menjerit-jerit kecil ketika dengan kasar kucabik-cabik gamisnya dengan pisau. Sampai akhirnya, tak ada sehelai kainpun kecuali jilbabnya.

Kupandangi tubuh yang putih mulus itu. Kedua kakinya menjuntai ke tepi ranjang. Teteknya berguncang-guncang ketika ia menangis. Dengan penuh nafsu kucengkeram kedua teteknya dengan kedua tanganku, lalu kuciumi kedua putingnya. Sesekali kugigit-gigit benda mungil itu.

“Jangan berteriak keras-keras ya. Cukup mendesah-desah saja. Kalau Mbak Lestari berteriak terlalu keras, aku bisa marah dan kupotong puting Mbak ini,” kataku sambil menjepit puting kanannya, menariknya ke atas dan menempelkan mata pisau ke sisinya. Lestari tampak ketakutan dan menggigigit bibirnya.

Aku kemudian melorot turun. Wajahku tepat di hadapan selangkangannya. Kuangkat paha perempuan itu hingga terentang lebar, lalu kudorong ke arah tubuhnya. Kini tubuhnya melengkung dan pangkal pahanya terangkat ke arah wajahku. Perlahan, lidahku menjilat alur lubang memeknya dari bawah ke atas.

“Eungghhhhh….” terdengar Lestari mengerang.

Tak sabar, aku menguakkan bibir memeknya dengan jemariku. Lebar-lebar sampai terlihat bagian dalam lubang memeknya yang pink dan lembab. Jantungku berdegup kencang. Baru kali ini aku melihat dari dekat bagian dalam lubang memek selain milik istriku. Lebih berdebar lagi, karena memek yang satu ini milik seorang perempuan alim berjilbab lebar !Antara degup jantung dan dorongan gairah itu, kujulurkan lidahku sejauh-jauhnya ke lorong itu. Soal rasa tidak penting kuceritakan. Tetapi, sensasinya itu yang luar biasa. Tubuh Lestari bergetar hebat diiringi erangan dari mulutnya. Hampir tak henti-henti ia meratap-ratap diiringi isaknya.

“Jangan… jangan…. ouhhhh…. jangan…. “

Ratapannya makin menjadi-jadi saat lidahku menyerang klitorisnya dengan sapuan yang intens. Istriku bisa menjerit-jerit histeris jika itu kulakukan pada klitorisnya. Kulirik Lestari memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Kepalanya menggeleng-geleng. Kutusukkan dua jariku dan mengaduk-aduk memeknya. Akibatnya lebih hebat lagi. Lestari merintih-rintih dengan suara yang mirip seperti suara istriku menjelang orgasme. Memeknya terasa amat basah. Kugerakkan jariku makin cepat. Lalu, kusedot-sedot klitorisnya. Tiba-tiba, Lestari mengerang panjang dan kedua pahanya mengatup hingga menjepit kepalaku. Tubuhnya mengejang-ngejang. Saat itulah kugigit bibir memeknya dengan gemas. Terdengar Lestari memekik kesakitan. Dari gelinjang kenikmatan, ia kini meronta-ronta kesakitan, berusaha menjauhkan pangkal pahanya dari gigitanku.

“Sakit….sakit, aduh… sakit… lepaskan….” rintihnya memelas.

Aku lepaskan gigitanku lalu kedua lututku menekan pahanya hingga mengangkang. Terlihat bekas gigitanku di memeknya. Tetapi bibir memeknya memang terlihat mengkilap oleh cairan memeknya sendiri.

“Kamu suka ya diperkosa ?” kataku sambil kali ini menusukkan tiga jari ke memeknya yang basah.

Orgasme Lestari tadi rupanya tertunda. Buktinya, ketika tiga jariku menusuk memeknya, otot-ototnya langsung bereaksi seperti meremas ketiga jariku. Ibu muda itu pun mengerang dan merintih….

“Ouuhhhh… jangannnhhh…aihhhh….oummmmhhhh…” desahannya makin menjadi ketika bibirku menangkap puting kanannya dan menghisapnya kuat-kuat.

Aku tahu perempuan ini orgasme saat mendengar rintihannya. Sangat mirip rintihan istriku ketika orgasme. Otot-otot memeknya juga mencengkeram tiga jariku sementara pinggulnya bergerak tak terkontrol. Kupandangi wajah sayu Lestari dengan penuh nafsu. Dia menggigit bibirnya sendiri. Matanya terpejam. Tiga jariku masih menusuk memeknya yang terlihat amat becek. Tubuh telanjang ibu muda berjilbab ini terlihat bergetar menahan sisa-sisa orgasmenya. Sampai akhirnya, Lestari benar-benar terkapar lunglai. Kedua tangannya masih terikat di belakang punggung, mengganjal pantatnya sehingga bagian pinggulnya mendongak ke atas. Tubuhnya bermandi peluh. Kedua pahanya mengangkang lebar. Kutarik keluar tiga jariku, kunikmati pemandangan lubang memeknya yang membentuk huruf O dan perlahan mengatup kembali.

“Ok… sekarang giliranku,” kataku sambil menempatkan diri di tengah pahanya yang mengangkang.

Lestari cuma bisa menggeleng lemah saat kepala kontolku mulai menyusup di celah memeknya. Kupaksa ia mengulum tiga jariku yang berlumur lendir dari memeknya sendiri.

“Kamu belum pernah menjilat memekmu sendiri kan ?” kataku.

Lestari terisak-isak sambil mengulum tiga jariku yang berlumur lendir kemaluannya sendiri. Terlihat keningnya berkerut. Kepala kontolku sudah terjepit di mulut lubang memeknya yang terasa sangat basah. Aku ingin memberinya sedikit kejutan. Tanpa peringatan sama sekali, langsung kuhentakkan kontolku jauh sampai ke dasar memeknya. Kontolku terasa menerobos lorong sempit yang berlendir. Suara benturan biji pelirku dengan pangkal pahanya terdengar cukup keras. Reaksi Lestari juga luar biasa. Kedua matanya tiba-tiba membelalak. Kalau saja mulutnya tidak sedang mengulum jariku, mungkin dari mulutnya akan terdengar jeritan. Tetapi kini yang terdengar hanya gumaman tak jelas. Bahkan, jariku terasa agak sakit karena digigit ibu muda ini. Tetapi yang jelas, kontolku kini terasa seperti diremas-remas oleh otot-otot memek perempuan berjilbab lebar ini. Luar biasa…



No comments:

Post a Comment