Monday, 9 April 2018

Ngesek Dirumah Yang Sepi

Pak Heri adalah seorang ketua RT di daerah tempat tinggalku, Pak Heri sering datang kerumahku untuk keperluan menagih biaya air ledeng dan iuran daerah. Dia adalah seorang pria Berusia 50 tahunan dan memiliki 2 istri.

 Benar kata orang-orang bahwa ia ini seorang bandot tua. buktinya ketika dia di rumahku kalau aku lewat depanya, seringkali matanya jelalatan menatap padaku seakan-akan matanya tempus pandang ke balik pakaianku. Buatku sih ngga masalah, aku malah seneng kalau tubuhku di kagumi oleh pria, terkadang aku memakai baju yg sexy kalau lewat di depanya. Aku yakin dlm pikiranya pasti penuh hal-hal yg jorok tentangku.



Singkat cerita, pada suatu hari aku di rumah sendirian. aku sedang melakukan fitnes untuk menjaga stamina tubuhku di ruang belakang rumahku yg terdsedia beberapa peralatan fitnes. Aku memakai pakaian yg enak dipakai dan menyerap keringat berupa sebuah kaus hitam tanpa lengan dgn belahan dada rendah sehingga toketku yg montok itu agak tersembul keluar terutama kalau sedang menunduk apalagi aku tdk memakai Bra, juga sebuah celana pendek ketat merk ‘reebok’ yg mencetak pantatku yg bulat padat berisi.

Disaat aku sedang melatih pahaku dgn sepeda fitness, tiba-tiba terdengar bel rumah berbunyi, segera saja kuambil handuk kecil dan mengelap keringatku sambil melangkah ke arah pintu. Kulihat dari jendela, ternyata Pak Heri yg datang, pasti dia mau menagih biaya ledeng, yg dititipkan ayah padaku tadi pagi.

Lalu kubukakan pagar dan kupersilakan dia masuk kedalam rumah.

“Silakan Pak duduk dulu ya, sambil nunggu saya ambil uangnya” senyumku dgn ramah sambil mempersilakannya duduk di ruang tamu.
“Kok sepi sekali Dik, pada kemana yg lain?”
“Papa hari ini pulangnya malam, tp uangnya udah dititip ke saya kok, Mama juga lagi pergi ke rumah temenya”.

Seperti biasa matanya selalu jelalatan menatp tubuhku, terutama bagian dadaku yg agak terlihat itu. Aku juga sadar kalau dadaku sempat diintip olehnya waktu menunduk untuk menaruh segelas teh untuknya.

“Minum Pak”, tawarku lalu aku duduk di depannya dgn menyilangkan kaki kananku sehingga pahaku yg jenjang dan putih itu makin terlihat.

Nuansa mesum mulai terasa di ruang tamuku yg nyaman itu. Dia menanyaiku sekitar masalah anak muda, seperti kuliah, hoby, keluarga, dan lain-lain, tp matanya terus menelanjangiku.

“Dik Santi lagi olah raga yah, soalnya badannya keringatan gitu terus mukanya merah lagi” katanya.
“Iya nih Pak, biasa kan cewek kan harus jaga badan lah, cuma sekarang jadi pegel banget nih, pengen dipijat rasanya, Bapak bisa bantu pijitin nggak?” godaku sambil mengurut-ngurut pahaku.

Tanpa diminta lagi dia segera bangkit berdiri dan pindah ke sebelahku, waktu berdiri kuperhatikan ia melihat putingku yg menonjol dari balik kausku, juga kulihat batang k0ntolnya ngaceng berat membuatku tdk sabar mengenggam benda itu.

“Mari Dik Santi, kesinikan kakinya biar Bapak pijat”

Aku lalu mengubah posisi dudukku menjadi menyamping dan menjulurkan kakiku ke arahnya. Dia mulai mengurut paha hingga betisku. Uuuhh.. pijatannya benar-benar enak, telapak tangannya yg kasar itu membelai pahaku yg putih mulus hingga membangkitkan birahiku. Akupun mendesah-desah sambil menggigit bibir bawahku.

“Pijatan Bapak enak ya Dik?” tanyanya.
“Iya Pak, terus dong.. enak nih.. emmhh!” aku terus mendesah membangkitkan nafsu Pak Heri, desahanku kadang kusertai dgn geliat tubuh.

Dia semakin berani mengelus paha dlmku, bahkan menyentuh pangkal pahaku dan meremasnya.

“Enngghh.. Pak!” desahku lebih kuat lagi ketika kurasakan jari-jarinya mengelusi bagian itu.

Tubuhku makin menggelinjang sehingga nafsu Pak Heri pun semakin naik dan tdk terbendung lagi. Celana sportku diperosotkannya beserta celana dlmku.

“Aaawwhhh.. !” aku berlagak kaget sambil menutupi kemaluanku dgn telapak tanganku.

Melihat reaksiku yg malu-malu kucing ini dia makin gemas saja, ditariknya celanaku yg sdh tertarik hingga lutut itu lalu dilemparnya ke belakang, tanganku yg menutupi kemaluan juga dibukanya sehingga kemaluanku yg berambut lebat itu tampak olehnya, klitorisku yg merah merekah dan sdh becek siap dimasuki. Pak Heri tertegun beberapa saat memandangiku yg sdh bugil bagian bawahnya itu.

“Kamu memang sempurna Dik Santi, dari dulu Bapak sering membayangkan ngentotin kamu, akhirnya hari ini kesampaian juga”, rayunya

Dia mulai melepas kemejanya sehingga aku dapat melihat perutnya yg berlemak dan dadanya yg berbulu itu. Lalu dia membuka sabuk dan celananya sehingga benda dibaliknya kini dapat mengacung dgn gagah dan tegak. Aku menatap takjub pada organ tubuh itu, begitu besar dan berurat aku sdh tdk sabar lagi menggenggam dan mengulumnya. Pak Heri begitu membuka pahaku lalu membenamkan kepalanya di situ sehingga selangkanganku tepat menghadap ke mukanya.

“Hhmm.. wangi, pasti Adik rajin merawat diri yah” godanya waktu menghirup kemaluanku yg kurawat dgn apik dgn sabun pembersih wanita.

Sesaat kemudian kurasakan benda yg lunak dan basah menggelitik memekku, oohh.. lidahnya menjilati klitorisku, terkadang menyeruak ke dlm menjilati dinding kemaluanku. Lidah tebal dan kumisnya itu terasa menggelitik bagiku, aku benar-benar merasa geli di sana sehingga mendesah tak tertahan sambil meremasi rambutnya. Kedua tangannya menyusup ke bawah bajuku dan mulai meremas toketku, jari-jarinya yg besar bermain dgn liar disana, memencet putingku dan memelintirnya hingga benda itu terasa makin mengeras.

“Pak.. oohh.. saya juga mau.. Pak!” desahku tak tahan lagi ingin mengulum batang k0ntol itu.
“Kalau begitu Bapak di bawah saja ya Dik” katanya sambil mengatur posisi kami sedemikian rupa menjadi gaya 69.

Aku naik ke wajahnya dan membungkukkan tubuhku, kuraih benda kesukaanku itu, dlm genggamanku kukocok perlahan sambil menjilatinya. Kugerakkan lidahku menelusuri pelosok batang itu, buah pelirnya kuemut sejenak, lalu jilatanku naik lagi ke ujungnya dimana aku mulai membuka mulut siap menelannya. Oohh.. batang itu begitu gemuk dan berdiameter lebar persis seperti tubuh pemiliknya, sehingga akupun harus membuka mulutku selebar-lebarnya agar bisa mamasukkannya.

Aku mulai mengisapnya dan memijati buah pelirnya dgn tanganku. Pak Heri mendesah-desah enak menikmati permainanku, sementara aku juga merasa geli di bawah sana, kurasakan ada gerakan memutar-mutar di dlm liang memekku oleh jarinya, jari-jari lain dari tangan yg sama mengelus-elus klitoris dan bibir memekku, bukan itu saja, lidahnya juga turut menjilati baik anus maupun memekku. Sungguh suatu sensasi yg hebat sekali sampai pinggulku turut bergoyang menikmatinya, juga semakin bersemangat mengulum batang k0ntolnya. Selama 10 menitan kami menikmatinya sampai ada sedikit terganggu oleh berbunyinya HP Pak Heri. Aku lepaskan batang k0ntolnya dari mulutku dan menatap padanya.

Pak Heri menyuruhku mengambil HP-nya di atas meja ruang tamu, lalu dia berkata, “Ayo Dik, terusin dong karaokenya, biar Bapak ngomong dulu di telepon”.

Aku pun tanpa ragu-ragu menelan kembali batang k0ntolnya. Dia bicara di HP sambil batang k0ntolnya dikulum olehku, tdk tau deh bicara dgn siapa, emang gua pikirin, yg pasti aku harus berusaha tdk mengeluarkan suara-suara aneh. Tangan satunya yg tdk memegang HP terus bekerja di selangkanganku, kadang mencucuk-cucukkannya ke memek dan anusku, kadang meremas bongkahan pantatku.

Tiba-tiba dia menggeram sambil menepuk-nepuk pantatku, sepertinya menyuruhku berhenti, tp karena sdh tanggung aku malahan makin hebat mengocok dan mengisap batang k0ntol itu sampai dia susah payah menahan geraman nikmatnya karena masih harus terus melayani pembicaraan. Akhirnya muncratlah cairan putih itu di mulutku yg langsung saya minum seperti kehausan, cairan yg menempel di batang k0ntolnya juga saya jilati sampai tak bersisa.

“Nggak kok.. tdk apa-apa.. cuma tenggorokkan saya ada masalah dikit” katanya di HP.

Tak lama kemudian dia pun menutup HP nya, lalu bangkit duduk dan menaikkanku ke pangkuannya, tangan kirinya dipakai menopang tubuhku.

“Wah.. Dik Santi ini bandel juga ya, tadi kan Bapak udah suruh stop dulu, ee.. malah dibikin keluar lagi, untung nggak curiga tuh orang” katanya sambil mencubit putingku.
“Hehehe.. sori deh Pak, kan tadi tanggung makannya saya terusin aja, tp Bapak seneng kan” kataku dgn tersenyum nakal.
“Hmm.. kalo gitu awas ya sekarang Bapak balas bikin kamu keluar nih” seringainya.

Lalu dgn sigap tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku. Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek memekku, aku meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat mempermainkan nafsuku.

Pak Heri menurunkan kaos tanpa lenganku dari bahu dan meloloskannya lewat lengan kananku, sehingga kini toket kananku yg putih montok itu tersembul keluar. Dgn penuh nafsu langsung dia lumat benda itu dgn mulutnya. Aku menjerit kecil waktu dia menggigit putingku dan juga mengisapnya kuat-kuat, bulatan mungil itu serasa makin menegang saja. Dia membuka mulutnya lebar-lebar berusaha memasukkan seluruh toketku ke mulutnya, di dlm mulutnya toketku disedot, dikulum, dan dijilat, rasanya seperti mau dimakan saja milikku itu.

Sementara selangkanganku makin basah oleh permainan jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dlm saja. Hingga suatu saat birahiku terasa sdh di puncak, mengucurlah cairan cintaku dgn deras. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli di bawahku sehingga tangannya terhimpit diantara kedua paha mulusku.

Setelah dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sdh belepotan oleh cairan bening yg kukeluarkan. Dia jilati cairanku dijarinya itu, aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan cintaku sendiri. Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku, kali ini dia mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya. Telapak tangannya yg penuh sisa-sisa cairan itu dibalurinya pada toketku.

“Sayang kalo dibuang, kan mubazir” ucapnya.

Kembali lidahnya menjilati toketku yg sdh basah itu, sedangkan aku menjilati cairan pada tangannya yg disodorkan padaku. Tanganku yg satu meraba-raba ke bawah dan meraih batang k0ntolnya, terasa olehku batang itu kini sdh mengeras lagi, siap memulai aksi berikutnya.

“Enggh.. masukin aja Pak, udah kepingin nih”.

Dia membalik tubuhku, tepat berhadapan dengannya, tangan kananya memegangi batang k0ntolnya untuk diarahkan ke memekku. Aku membukakan kedua bibir memekku menyambut masuknya benda itu. Setelah kurasakan pas aku mulai menurunkan tubuhku, secara perlahan tp pasti batang k0ntol itu mulai terbenam dlm kemaluanku.

Goyanganku yg liar membuat Pak Heri mendesah-desah keenakan, untung dia tdk ada penyakit jantung, kalau iya pasti sdh kumat. Kaosku yg masih menygkut di bahu sebelah kiri diturunkannya sehingga kaos itu menggantung di perutku dan toket kiriku tersingkap. Nampak sekali bedanya antara yg kiri yg masih bersih dgn bagian kanan yg daritadi menjadi bulan-bulanannya sehingga sdh basah dan memerah bekas cupangan.

Kedua tangannya meremas-remas kedua toketku, ketika melumatnya terkadang kumisnya yg kasar itu menggesek putingku menimbulkan sensasi geli yg nikmat. Lidahnya bergerak naik ke leherku dan mencupanginya sementara tangannya tetap memainkan toketku. Birahiku sdh benar-benar tinggi, nafasku juga sdh makin tak teratur, dia begitu lihai dlm bercinta, kurasa bukan pertama kalinya dia berselingkuh seperti ini. Aku merasa tdk dapat bertahan lebih lama lagi, frekuensi goyanganku kutambah, lalu aku mencium bibirnya.

Tubuh kami terus berpacu sambil bermain lidah dgn liarnya sampai ludah kami menetes-netes di sekitar mulut, eranganku teredam oleh ciumannya. Mengetahui aku sdh mau keluar, dia menekan-nekan bahuku ke bawah sehingga batang k0ntolnya menghujam makin dlm dan memekku makin terasa sesak. Tubuhku bergetar hebat dan jeritanku tak tertahankan lagi terdengar dari mulutku, perasaan itu berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya aku terkulai lemas dlm pelukannya.

Dia menurunkanku dari pangkuannya, batang k0ntolnya terlihat berkilauan karena basah oleh cairan cinta. Dibaringkannya tubuhku yg sdh lemas itu di sofa, lalu dia sodorkan gelas yg berisi teh itu padaku.

Setelah minum beberapa teguk, aku merasa sedikit lebih segar, paling tdk pada tenggorokanku karena sdh kering waktu mendesah dan menjerit. Kaosku yg masih menggantung di perut dia lepaskan, sehingga kini aku bugil total.

Sebelum tenagaku benar-benar pulih, Pak Heri sdh menindih tubuhku, aku hanya bisa pasrah saja ditindih tubuh gemuknya. Dgn lembut dia mengecup keningku, dari sana kecupannya turun ke pipi, hingga berhenti di bibir, mulut kami kembali saling berpagutan. Saat berciuman itulah, Pak Heri menempelkan batang k0ntolnya pada memekku, lalu mendorongnya perlahan, dan aahh.. mataku yg terpejam menikmati ciuman tiba-tiba terbelakak waktu dia menghentakkan pinggulnya sehingga batang k0ntol itu menusuk lebih dlm.

Kenikmatan ini pun berlanjut, aku sangat menikmati gesekan-gesekan pada dinding memekku. Toketku saling bergesekan dgn dadanya yg sedikit berbulu, kedua paha rampingku kulingkarkan pada pinggangnya. Aku mendesah tak karuan sambil mengigiti jariku sendiri.

Sementara pinggulnya dihentak-hentakkan diatasku, mulutnya tak henti-hentinya melumat atau menjilati bibirku, wajahku jadi basah bukan saja oleh keringat, tp juga oleh liurnya. Telinga dan leherku pun tak luput dari jilatannya, lalu dia angkat lengan kananku ke atas dan dia selipkan kepalanya di situ. Aahh.. ternyata dia sapukan bibir dan lidahnya di ketiakku yg halus tak berbulu itu, kumis kasar itu menggelitikku sehingga desahanku bercampur dgn ketawa geli.

“Uuuhh.. Pak.. aakkhh.. !” aku kembali mencapai orgasme.

Memekku terasa semakin banjir, namun tak ada tanda-tanda dia akan segera keluar, dia terlihat sangat menikmati mimik wajahku yg sedang orgasme. Suara kecipak cairan terdengar jelas setiap kali dia menghujamkan batang k0ntolnya, cairanku sdh meleleh kemana-mana sampai membasahi sofa, untung sofanya dari bahan kulit, jadi mudah untuk membersihkan dan menghilangkan bekasnya.

Tanpa melepas batang k0ntolnya, Pak Heri bangkit berlutut di antara kedua pahaku dan menaikkan kedua betisku ke pundaknya. Tanpa memberiku istirahat dia meneruskan mengocok kemaluanku, aku sdh tdk kuat lagi mengerang karena leherku terasa pegal, aku cuma bisa mengap-mengap seperti ikan di luar air.

“Bapak udah mau.. Dik.. Santi.. !” desahnya dgn mempercepat kocokkannya.
“Di luar.. Pak.. aku ahh.. uuhh.. lagi subur” aku berusaha ngomong walau suaraku sdh putus-putus.

Tak lama kemudian dia cabut batang k0ntolnya dan menurunkan kakiku. Dia naik ke wajahku, lalu dia tempelkan batang k0ntolnya yg masih tegak dan basah di bibirku. Akupun memulai tugasku, kukulum dan kukocok dgn gencar sampai dia mengerang keras dan menjambak rambutku. Maninya menyemprot deras membasahi wajahku, aku membuka mulutku menerima semprotannya.

Setelah semprotannya mereda pun aku masih mengocok dan mengisap batang k0ntolnya seolah tdk membiarkan setetespun tersisa. Batang itu kujilati hingga bersih, benda itu mulai menyusut pelan-pelan di mulutku. Kami berpelukan dgn tubuh lemas merenungi apa yg baru saja terjadi.

Sofa tempat aku berbaring tadi basah oleh keringat dan cairan cintaku yg menetes disana. Masih dlm keadaan bugil, aku berjalan sempoyongan ke dapur mengambil kain lap dan segelas air putih. Waktu aku kembali ke ruang tamu, Pak Heri sedang mengancingkan lagi bajunya, lalu meneguk air yg tersisa di gelasnya.

“Wah Dik Santi ini benar-benar hebat ya, istri-istri Bapak sekarang udah nggak sekuat Adik lagi padahal mereka sering melayani Bapak berdua sekaligus” pujinya yg hanya kutanggapi dgn senyum manis.

Setelah berpakaian lagi, aku mengantarnya lagi ke pintu depan. Sebelum keluar dari pagar dia melihat kiri kanan dulu, setelah yakin tdk ada siapa-siapa dia menepuk pantatku dan berpamitan.

“Lain kali kalo ada kesempatan kita main lagi yah Dik”
“Dasar bandot, belum cukup punya istri 2, masih ngembat anak orang” kataku dlm hati.

Akhirnya aku pun mandi membersihkan tubuhku dari sperma, keringat, dan liur. Siraman air menyegarkan kembali tubuhku setelah seharian penuh berolahraga dan berolahsyahwat. Beberapa menit sesudah aku selesai mandi, ibuku pun pulang. Beliau bilang wangi ruang tamunya enak sehingga kepenatannya agak berkurang, aku senyum-senyum saja karena ruang itu terutama sekitar ‘medan laga’ kami tadi telah kusemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan tadi.

No comments:

Post a Comment